Candi Jalatunda, candi sekaligus patirtan atau pemandian kuno yang dibangun pada tahun 899-977 Masehi. Masih tetap berfungsi dan mengalirkan airnya hingga sekarang. Terletak di kaki gunung Penanggungan tetapnya disisi barat, 7 kilometer dari arah sebelah utara Trawas.
Candi ini hanya satu diantara puluhan candi (konon mencapai 81 candi) yang berserakan sampai ke puncak Gunung Penanggungan.
Pada waktu Kerajaan Mataram Kuno dari wangsa Isana dengan raja bernama Dharmawangsa Teguh (991-1016 Masehi) hancur akibat serangan kerajaan Wurawari dari daerah Banyumas di Hulu Sungai Serayu (Jawa Tengah) dalam tahun 1016 Masehi, menentu raja yang bernama Airlangga beserta istrinya mengungsi ke Wanagiri dengan diiringi Rakryan Narotama sahabat setianya. Setelah Airlangga menjadi raja Mataram (1016-1042) lalu mengundurkan diri menjadi pertapa pada tahun 1042 Masehi dengan nama Resi Gentayu sampai wafat pada tahun 1049 dan dimakamkan di Tirtha, tempat pemandian Jalatunda dekat desa Belahan di sebelah timur Gunung Penanggungan.
Tentang Candi Jalatunda masyarakat sekitarnya percaya bahwa air yang mengalir di pancuran pada patirtan ini adalah amerta (air keabadian) karena berasal dari Gunung Penanggungan yang dianggap sebagi puncak alam semesta, yakni swarloka tempat bersemayamnya para dewa. Anggapan masyarakat ini diperkuat oleh oleh adanya peninggalan Hindu ini dengan adanya arca Wisnu yang berada dibagian tengah pemandian atau pathirtan ini yang dianggap sebagai dewa kesejahteraan manusia. Dalam konsep agama Hindu bahwa Dewa Wisnu selaku dewa pemelihara yang melangsungkan kehidupan alam semesta. Dewa ini mempunyai kendaraan berupa burung garuda bernama suparna. Didalam kitab Rig Weda yang dimaksud suparna adalah atribut matahari yang menunjukkan bahwa asal-usul Wisnu sebagai Dewa Matahari yang memiliki “sakti” atau istri bernama Laksmi atau Sri yakni dewi kebahagiaan. Dewa Wisnu sebagai dewa pemelihara, penyelenggara dan pelindung dunia digambarkan selalu dalam keadaan siap untuk memberantas marabahaya yang mengancam keselamatan dunia. Dalam upaya mengatasi marabahaya yang merajalela dan kehancuran dunia, maka Wisnu akan turun ke dunia dalam bentuk penjelmaan (awatara) sesuai dengan jenis marabahaya yang ada. Diceritakan ada 10 awatara (dasawatara). Contoh, awatara ke-10 yang konon belum terjadi Wisnu turun ke dunia menjelma sebagai Kalki-awatara ketika dunia akan mengalami suasana yang kacau balau tanpa diatasi, sehingga keselamatan dunia terancam akan kemusnahan. Dalam situasi yang demikian Wisnu akan turun dan menjelma ke dunia sebagai Kalki dengan mengendarai kuda putih bersenjatakan pedang yang terhunus. Kemudian Kalki dengan segala kemampuannya menyelamatkan, menegakkan kembali keadilan dan kesejahteraan dunia beserta isinya.
Masyarakat di Mojokerta dan sekitarnya juga percaya bahwa air di Jalatunda itu air yang bertuah. Menurut mitos yang berkembang orang yang minum dan mandi dari jaladwara (pancuran air) itu dapat membuat orang jadi awet muda dan bisa membebaskan dirinya dari pikiran yang kacau.
Masyarakat Hindu Bali hingga kini masih sering melalukan upacara untuk membersihkan diri dari dosa pada hari-hari tertentu di Patirtan Jalatunda. Bahkan ada yang membawa tirta amerta (air keabadian) ini dibawa ke Bali untuk upacara keagamaan.
Minggu, 26 April 2015
Candi Jalatunda pemandian kuno 899-977
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar