Kerajaan Samudra Pasai muncul pada abad ke 13 Masehi ketika Kerajaan Sriwijaya hancur. Kerajaan ini didirikan oleh Malikussaleh, merupakan kerajaan yang kaya dengan penduduknya yang banyak. Kota Kerajaan di sebut Pasai, sekarang ini letaknya di Desa Beuringen Kec. Samudera Geudong Kab. Aceh Utara Provinsi Aceh. Wilayah Kekuasaan Kesultanan Pase (Pasai) pada masa kejayaannya sekitar abad ke 14
terletak di daerah yang diapit oleh dua sungai besar di pantai Utara Aceh,
yaitu sungai Peusangan dan sungai Jambo Aye, jelasnya Kerajaan Samudra Pasai adalah daerah aliran sungai yang hulunya berasal jauh ke pedalaman daratan tinggi Gayo Kab. Aceh Tengah.
Karena letak Kerajaan Pasai pada aliran lembah sungai membuat tanah pertanian subur, padi yang ditanami penduduk Kerajaan Islam Pasai pada abad ke 14 dapat dipanen dua kali setahun, dalam berikutnya Kerajaan ini bertambah makmur dengan dimasukkannya bibit tanaman lada dari Malabar. Selain hasil pertanian yang melimpah ruah di dataran rendah, di dataran tinggi (daerah Pedalaman juga menghasilkan berbagai hasil hutan yang di angkut ke daerah pantai melalui sungai. Hubungan perdagangan penduduk pesisir dengan penduduk pedalaman adalah dengan sistem barter
Dengan munculnya pusat politik dan perdagangan baru di Malaka pada abad ke 15 adalah faktor yang menyebabkan Kerajaan Samudra Pasai mengalami kemunduran. Hancur dan hilangnya peranan Pase dalam jaringan antar bangsa, yaitu ketika suatu pusat Kekuasan baru muncul di ujung barat pulau Sumatera yakni Kerajaan Aceh Darussalam pada abad ke 16.Pasai ditaklukan dan di masukkan ke dalam wilayah Kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam oleh Sultan Ali Mughayat Syah dan Lonceng Cakra Donya hadiah dari Raja Cina untuk Kerajaan Islam Samudra Pasai dipindahkan ke Aceh Darussalam (sekarang Banda Aceh). Namun demikian dari perjalanan sejarah Pasai antara akhir abad ke 13 sampai awal abad ke 16 memang menunjukkan Kerajaan Samudra Pasai muncul dan berkembang. Runtuhnya kekuatan Kerajaan Pasai sangat berkaitan dengan perkembangan yang terjadi di luar Pasai itu sendiri, tetapi lebih di titik beratkan dalam kesatuan zona Selat Malaka walaupun Kerajan Islam Samudra Pasai berhasil ditaklukan oleh Sultan Asli Mughayat Syah, namun peninggalan dari Kerajaan ini masih banyak dijumpai sampai saat ini di abad ke 21.
Pada tahun 1913, 1915, J.J. De Vink bangsa Belanda telah mengadakan inventarisasi di bekas peninggalan Kerajaan Islam Samudra Pasai dan pada tahun 1937 di pugar beberapa makam di Samudra Pasai oleh Pemerintah Belanda kemudian pada tahun 1972,1973 dan tahun 1976 Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai di Kec. Samudera Geudong Kabupaten Aceh Utara telah di inventarisasi oleh Direktur Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan milik pemerintah Republik Indonesia. Pada umumnya tulisan pada makam tersebut belum diteliti seluruhnmya dan hal ini perlu penelitian lebih lanjut oleh generasi sekarang. Berbagai peninggalan sejarah berupa situs makam para raja yang hingga saat ini penduduk disekitar makam Sultan Malikussaleh sering mendapat mata uang emas (dirham) keramik, gelang mata delima yang umumnya ditemukan oleh petani tebat, saat meraka menggali tebat di sekitar kawasan tersebut.
terletak di daerah yang diapit oleh dua sungai besar di pantai Utara Aceh,
yaitu sungai Peusangan dan sungai Jambo Aye, jelasnya Kerajaan Samudra Pasai adalah daerah aliran sungai yang hulunya berasal jauh ke pedalaman daratan tinggi Gayo Kab. Aceh Tengah.
Karena letak Kerajaan Pasai pada aliran lembah sungai membuat tanah pertanian subur, padi yang ditanami penduduk Kerajaan Islam Pasai pada abad ke 14 dapat dipanen dua kali setahun, dalam berikutnya Kerajaan ini bertambah makmur dengan dimasukkannya bibit tanaman lada dari Malabar. Selain hasil pertanian yang melimpah ruah di dataran rendah, di dataran tinggi (daerah Pedalaman juga menghasilkan berbagai hasil hutan yang di angkut ke daerah pantai melalui sungai. Hubungan perdagangan penduduk pesisir dengan penduduk pedalaman adalah dengan sistem barter
Dengan munculnya pusat politik dan perdagangan baru di Malaka pada abad ke 15 adalah faktor yang menyebabkan Kerajaan Samudra Pasai mengalami kemunduran. Hancur dan hilangnya peranan Pase dalam jaringan antar bangsa, yaitu ketika suatu pusat Kekuasan baru muncul di ujung barat pulau Sumatera yakni Kerajaan Aceh Darussalam pada abad ke 16.Pasai ditaklukan dan di masukkan ke dalam wilayah Kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam oleh Sultan Ali Mughayat Syah dan Lonceng Cakra Donya hadiah dari Raja Cina untuk Kerajaan Islam Samudra Pasai dipindahkan ke Aceh Darussalam (sekarang Banda Aceh). Namun demikian dari perjalanan sejarah Pasai antara akhir abad ke 13 sampai awal abad ke 16 memang menunjukkan Kerajaan Samudra Pasai muncul dan berkembang. Runtuhnya kekuatan Kerajaan Pasai sangat berkaitan dengan perkembangan yang terjadi di luar Pasai itu sendiri, tetapi lebih di titik beratkan dalam kesatuan zona Selat Malaka walaupun Kerajan Islam Samudra Pasai berhasil ditaklukan oleh Sultan Asli Mughayat Syah, namun peninggalan dari Kerajaan ini masih banyak dijumpai sampai saat ini di abad ke 21.
Pada tahun 1913, 1915, J.J. De Vink bangsa Belanda telah mengadakan inventarisasi di bekas peninggalan Kerajaan Islam Samudra Pasai dan pada tahun 1937 di pugar beberapa makam di Samudra Pasai oleh Pemerintah Belanda kemudian pada tahun 1972,1973 dan tahun 1976 Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai di Kec. Samudera Geudong Kabupaten Aceh Utara telah di inventarisasi oleh Direktur Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan milik pemerintah Republik Indonesia. Pada umumnya tulisan pada makam tersebut belum diteliti seluruhnmya dan hal ini perlu penelitian lebih lanjut oleh generasi sekarang. Berbagai peninggalan sejarah berupa situs makam para raja yang hingga saat ini penduduk disekitar makam Sultan Malikussaleh sering mendapat mata uang emas (dirham) keramik, gelang mata delima yang umumnya ditemukan oleh petani tebat, saat meraka menggali tebat di sekitar kawasan tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar