1. Latar Belakang Masuknya Bangsa Eropa ke Indonesia
Dengan jatuhnya kota Konstantinopel ke tangan kekuasaan Turki Usmani, maka berakhirlah kekuasaan Kerajaan Romawi Timur. Hal ini juga berakibat tertutupnya perdagangan di Laut Tengah bagi orang-orang Eropa. Bangsa Turki menjalankan politik yang mempersulit pedagang Eropa beroperasi di daerah kekuasaannya. Keadaan seperti ini menyebabkan perdagangan antara dunia Timur dengan Eropa menjadi mundur, sehingga barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh orang-orang Eropa menjadi berkurang di pasaran Eropa, terutama rempah-rempah.
Pada akhir abad ke-15 dan permulaan abad ke-16, pelaut-pelaut bangsa Eropa berhasil menjelajahi samudera yang luas dan sampai ke negeri-negeri baru seperti Amerika, Afrika, Asia Timur termasuk Indonesia.
Faktor-faktor yang mendorong orang-orang Eropa mengadakan penjelajahan samudera pada akhir abad ke-16 di antaranya:
a. Jatuhnya kota Konstantinopel tahun 1453 ke tangan penguasa Turki Usmani
b. Kisah perjalanan Marco Polo ke dunia Timur, yaitu perjalanan kembalinya Marco Polo dari negeri Cina melalui pelayaran atau lautan.
c. Penemuan Copernicus yang didukung oleh Galileo, yang menyatakan bumi ini bulat
d. Penemuan kompas (penunjuk arah mata angin)
e. Semangat Reconcfuesta, yaitu semangat pembalasan terhadap kekuasaan Islam di manapun yang dijumpainya.
Dengan berlatar belakang inilah bangsa-bangsa Barat melakukan penjelajahan samudera yang dipelopori oleh bangsa Spanyol dan Portugis, serta diikuti oleh Belanda, Inggris, Perancis dan lain sebagainya.
a. Penjelajahan Bangsa Spanyol
Setelah Perjanjian Thordesillas (1492), Christopher Columbus mengajukan permohonan bantuan kepada raja Spanyol untuk berlayar mencari sumber rempah-rempah di dunia timur. Permintaan itu dipenuhi dengan memberikan tiga kapal yang bernama Pinta, Nina dan Maria beserta 88 orang pelaut kepada Colombus. Ketika Columbus tiba di Kepulauan Bahama, ia merasa dirinya telah sampai di Kepulauan Hindia yang merupakan sumber rempah-rempah. Walaupun di kepulauan itu tidak ditemukan adanya rempah-rempah. Selanjutnya, Kepulauan Bahama lebih dikenal dengan sebutan Hindia Barat oleh orang-orang Eropa.
Sejak Columbus menemukan kepulauan ini, maka pelaut-pelaut berikutnya hanya sampai berlayar di kepulauan ini seperti:
1. Cortez menduduki Mexico pada tahun 1519 dengan menaklukkan suku Indian yaitu Kerajaan Aztec dan suku Maya di Yucatan.
2. Pizzaro, pada tahun 1530 menaklukan kerajaan Indian di Peru yang bernama Kerajaan Inca.
Semua daerah yang direbut dan ditaklukkan oleh penjelajah itu dijadikan daerah jajahan bangsa Spanyol.
Kemudian penjelajahan bangsa Spanyol dilanjutkan oleh Ferdinand Magelhaens. la seorang pelaut bangsa Spanyol yang banyak mempelajari pengalaman pelayaran Columbus ke Amerika. Dari pelayaran Columbus itulah Magelhaens mengatakan bahwa wilayah Hindia hanya dapat ditemukan dengan melalui ujung Amerika bagian Selatan.
Pada tahun 1519, rombongan Magelhaens atas nama raja Spanyol, memulai pelayarannya menuju ke daerah Hindia. Pada tahun 1520 mereka telah tiba di kepulauan Filipina. Magelhaens mendirikan tugu peringatan dan menyatakan bahwa daerah itu menjadi milik raja Spanyol. Ketika rombongan Magelhaens tiba di Filipina, ia menemukan keadaan tegang dan kacau akibat persaingan dan pertentangan di antara kerajaan-kerajaan di Filipina. Dalam pertentangan itu, Magelhaens memihak salah satu kerajaan dan dalam perang yang terjadi itu ia mati terbunuh. Rombongan Magelhaens, selanjutnya dipimpin oleh kapten kapalnya yang bernama Sebastian d'Elcano. Sebastian d'Elcano sebagai pemimpin rombongan melanjutkan pelayarannya ke arah selatan dan sampai di kepulauan Maluku pada tahun 1521. Namun di Maluku telah berkuasa bangsa Portugis yang telah tiba sejak tahun 1512.
b Penjelajahan Bangsa Portugis
Setelah Perjanjian Thordesillas (1492) pelaut-pelaut Portugis di bawah pimpinan Bartholomeus Diaz mencoba mencari jalan keluar untuk menemukan dunia Timur (pusat rempah-rempah). Namun pelayaran Bartholomeus Diaz hanya sampai di ujung Afrika Selatan (1496). Hal ini disebabkan oleh besarnya gelombang ombak Samudera Hindia (Samudera Indonesia), sehingga kapal-kapal yang dibawa oleh Bartholomeus Diaz tidak berhasil melewatinya. Oleh Bartholomeus Diaz, tanjung itu diberi nama Tanjung Pengharapan (Cape of Good Hope atau Tanjung Harapan sekarang).
Kegagalan Bartholomeus Diaz untuk menemukan sumber rempah-rempah di dunia Timur tidak membuat surut tekad raja Portugis, terlebih lagi setelah mendengar berita keberhasilan Columbus menemukan benua Amerika. Maka pada tahun 1498, raja Portugis mengirim ekspedisinya di bawah pimpinan Vasco da Gama. Ekspedisi ini berhasil mendarat di Kalkuta (India) tahun 1498. Di daerah India para pelaut Portugis mendapat rempah-rempah dari para pedagang untuk dibawa ke negerinya. Dengan kenyataan seperti ini bangsa Portugis belum merasa puas dan ingin mendapatkan serta menemukan sendiri pusat rempah-rempah itu. Maka pada tahun 1511, dari India bangsa Portugis mengirim ekspedisinya di bawah pimpinan Alfonso d'Albuquerque, mengikuti perjalanan para pedagang Islam. Pada tahun 1511 itu juga Portugis berhasil menduduki Malaka, pusat perdagangan Islam di Asia Tenggara. Dari Malaka itu bangsa Portugis melanjutkan pelayarannya ke arah timur dengan tujuan untuk medapatkan sendiri pusat rempah-rempah yang ada di kepulauan Maluku. Akhirnya bangsa Portugis tiba di Ternate (Maluku) tahun 1512.
Ketika bangsa Portugis tiba di Ternate, Kerajaan Ternate itu sedang berperang melawan Kerajaan Tidore. Kedatangan bangsa Portugis di Ternate mendapatkan sambutan baik dari raja Ternate. Hal itu dilakukan dengan tujuan agar bangsa Portugis dapat dijadikan sekutu dalam menghadapi Kerajaan Tidore yang temyata dibantu bangsa Spanyol. Oleh karena itu, di samping perang yang terjadi antara Kerajaan Ternate
dengan Tidore, juga merupakan perang antara bangsa kulit putih yaitu antara
bangsa Spanyol dengan Portugis.
Untuk menyelesaikan pertikaian kedua bangsa kulit putih itu, Paus turun
tangan dan pada tahun 1521 dilakukan Perjanjian Saragossa (Zaragoza). Isi
Perjanjian itu antara lain:
1. Bumi ini dibagi atas dua pengaruh, yaitu pengaruh bangsa Spanyol dan Portugis.
Wilayah kekuasaan Spanyol membentang dari Mexico ke arah barat sampai ke kepulauan Filipina dan wilayah kekuasaan Portugis membentang dari Brazillia ke arah timur sampai ke kepulauan Maluku.
2.Jadi berdasarkan perjanjian itu, maka wilayah Maluku berada di bawah pengaruh kekuasaan bangsa Portugis dan bangsa Spanyol harus meninggalkan Maluku untuk kembali ke Filipina.
c. Kedatangan Bangsa Belanda di Indonesia
Bangsa Portugis menguasai jalur pelayaran perdagangan antara Hindia Timur (kepulauan di timur Indonesia) sampai Eropa selama hampir satu abad. Perdagangan rempah-rempah yang dilakukan oleh bangsa Portugis ini sangat besar pengaruhnya terhadap bangsa Belanda. Terlebih lagi setelah para pedagang Belanda tidak diperkenankan lagi untuk melakukan kegiatannya di bandar perdagangan Lisboa (Lisabon, Portugis). Sehingga para pedagang Belanda merasa kesulitan untuk mendapatkan rempah-rempah. Oleh karena itu, para pedagang Belanda berusaha sendiri untuk mencari dan menemukan sumber rempah-rempah yang ada di dunia Timur.
Bangsa Belanda memulai pelayarannya, pada tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman, para pedagang bangsa Belanda tiba di Banten (Indonesia). Dari bandar Banten pelaut Belanda melanjutkan pelayarannya ke arah timur dan mereka kembali dengan mem-bawa rempah-rempah dalam jumlah yang cukup banyak.
Sejak keberhasilannya itu, para pedagang Belanda semakin ramai datang ke Indonesia. Keadaan seperti ini telah menyebabkan timbulnya persaingan di antara para peda¬gang Belanda sendiri. Untuk mengatasi persaingan itu, pemerintah Belanda mem-bentuk badan usaha atau kongsi dagang yang diberi nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yaitu Persekutuan Dagang Hindia Timur. VOC berdiri tahun 1602 yang juga lebih sering disebut oleh bangsa Indonesia dengan sebutan Kompeni Belanda.
VOC merupakan suatu badan dagang para pedagang-pedagang Belanda yang mendapatkan hak-hak istimewa dari pemerintah kerajaan Belanda. Hak istimewa yang dimiliki oleh VOC mendorong semakin pesatnya perdagangan yang dilakukan oleh VOC. Sehingga kedudukan para pedagang Portugis semakin terdesak dan akhimya lenyap dari akdvitas monopoli perdagangan rempah-rempah.
d. Kedatangan Bangsa Inggris di Indonesia
Sejak abad ke-17, para pedagang Inggris sudah berdagang sampai di daerah India. Di India Timur, para pedagang Inggris mendirikan kongsi dagang yakni East India Company (EIC) pada tahun 1600, dengan India sebagai daerah operasinya. Pusat kekuasaan EIC adalah di Kalkuta (India), dan dari kota inilah Inggris meluaskan wilayahnya ke Asia Tenggara.
Pada abad ke-18 para pedagang Inggris juga sudah banyak berdagang di Indonesia, sehingga sekaligus menjadi saingan VOC (Belanda). Bahkan sejak Belanda menjadi sekutu Perancis, Inggris selalu mengancam kedudukan Belanda di Indonesia.
Di bawah Gubernur Jenderal Lord Minto yang berkedudu-kan di Kalkuta (India) dibentuk ekspedisi Inggris untuk merebut daerah-daerah kekuasaan Belanda yang ada di wilayah Indo¬nesia. Pada tahun 1811, Thomas Stamford Raffles telah berhasil merebut seluruh wilayah kekuasaan Belanda di Indonesia. Raffles yang diangkat sebagai pemimpin Inggris atas wilayah Indonesia memberikan kesempatan kepada penduduk Indone¬sia untuk melaksanakan perdagangan bebas. Walaupun demikian, kekuasaan Inggris tetap bersifat menindas bangsa-bangsa di Indonesia. Hubungan antara Indonesia dengan Eropa hampir seluruhnya dikuasai oleh Inggris. Akan tetapi berdasar-kan Perjanjian London tahun 1815, Inggris diharuskan mengem-balikan wilayah kekuasaannya di Indonesia kepada Belanda, dan pada tahun 1816 Inggris melaksanakan kewajibannya itu
2. Perkembangan Kekuasaan Bangsa Eropa di Indonesia
a. Kekuasaan Bangsa Portugis di Indonesia
Bangsa Portugis berhasil merebut beberapa pelabuhan penting di pantai India dan menjadikan kota Goa yang terletak di pantai India sebagai pusat kekuasaannya. Untuk dapat menguasai dan memonopoli perdagangan di Asia Selatan, bangsa Portugis melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Memperluas kekuasaannya ke arah barat dengan menghancurkan ar¬mada laut Turki, sehingga bangsa Portugis dapat mengawasi perdagang¬an dan pelayaran di laut antara Asia dengan Eropa. Bahkan bangsa Portugis dapat memaksa para pedagang untuk berlayar dari bandar perdagangan Goa (India) menuju ke Afrika Selatan dan selanjutnya sampai di bandar Lisboa, yaitu pusat perdagangan di Eropa dan ibu kota Portugis.
2) Memperluas kekuasaannya ke arah timur dengan menguasai Malaka, sehingga dapat menghentikan dan menguasai aktivitas perdagangan langsung yang dilakukan oleh pedagang-pedagang Cina, India maupun kerajaan-kerajaan di Indonesia.
Pada tahun 1511, Malaka berhasil direbut oleh Portugis di bawah pimpinan Alfonso d'Albuquerque. Sejak itu, Kerajaan Malaka jatuh ke tangan bangsa Portugis. Dengan demikian bangsa Portugis dapat mengadakan perdagangan langsung dengan daerah-daerah yang ada di Indonesia, seperti Ternate, Ambon, Banda, dan Timor. Di Ternate bangsa Portugis berusaha merebut perdagangan cengkeh dan pala. Akan tetapi dalam upaya itu, bangsa Portugis telah berbuat sesuatu hal yang melukai perasaan orang-orang Islam, dengan melanggar perjanjian terhadap Sultan Ternate.
Bangsa Portugis berusaha menanamkan kekuasaannya di daerah Maluku. Hal ini dilakukan agar dapat memonopoli perdagangan rempah-rempah. Namun, tindakan-tindakan bangsa Portugis yang semakin sewenang-wenang dan bertindak kejam terhadap rakyat telah menimbulkan terjadinya perten-tangan antara rakyat Maluku dengan bangsa Portugis. Pertentangan ini semakin memuncak setelah bangsa Portugis membunuh Sultan Hairun dari Kerajaan Ternate. Rakyat Ternate angkat senjata di bawah pimpinan putranya yang bernama Baab Ullah, dan akhirnya tahun 1575 bangsa Portugis terusir dari daerah Maluku.
Zaman kekuasaan kolonial Portugis yang berlangsung dari tahun 1511 sampai tahun 1641 di wilayah Indonesia meninggalkan bekas-bekasnya di dalam kebudayaan Indonesia saat ini. Peninggalan-peninggalan zaman kolonial Portugis baik yang berupa kebudayaan rohani maupun jasmani masih dapat kita saksikan hingga sekarang.
Semboyan dari penjelajahan bangsa Portugis, yaitu berusaha untuk menyebarkan agama Katolik pada daerah-daerah yang dikuasainya. Fransiscus Xaverius, seorang misionaris, telah menyebarluaskan agama Katolik di Ambon. Banyak orang Ambon yang akhirnya memeluk agama Katolik dan terlihat dari nama-namanya yang meniru nama-nama bangsa Portugis seperti De Pereira, De Fretes, Lopies, De Quelju, Diaz dan sebagainya.
Benda-benda peninggalan bangsa Portugis kemudian dianggap keramat oleh bangsa Indonesia seperti meriam-meriam yang terkenal dengan nama Nyai Setomi di Solo, Si Jagur di Jakarta, Ki Amuk di Banten dan sebagainya. Khusus meriam Si Jagur yang terdapat di Jakarta dianggap sebagai alat perantara kekuatan gaib untuk mendapatkan anak.
c. Indonesia di bawah Pemerintahan Kerajaan Belanda
Pada akhir abad ke-18, VOC mengalami kemunduran akibat kerugian yang sangat besar dan memiliki utang yang sangat besar. Hal ini diakibatkan oleh:
1. persaingan dagang dari bangsa Perands dan Inggris,
2. penduduk di Indonesia, terutama Jawa telah menjadi miskin, sehingga tidak mampu membeli barang-barang yang dijual oleh VOC,
3. perdagangan gelap merajalela dan menerobos monopoli perdagangan VOC,
4. pegawai-pegawai VOC banyak melakukan korupsi dan kecurangan-kecurangan akibat dari gaji yang diterimanya terlalu kecil,
5. VOC mengeluarkan anggaran belanja yang cukup besar untuk memelihara tentara dan pegawai-pegawai yang jumlahnya cukup besar untuk memenuhi pegawai daerah-daerah yang baru dikuasai, terutama di Jawa dan Madura.
Akibat kerugian besar yang diderita oleh VOC, maka pada tahun 1799 badan perdagangan ini akhirnya dibubarkan. Segala hak dan kewajibannya diambil alih oleh pemerintah Republik Bataafsche yang berkuasa atas wilayah Indonesia sampai tahun 1807. Pada tahun 1807, Republik Bataafsche dihapuskan oleh Kaisar Napoleon Bonaparte dan diganti bentuknya menjadi Kerajaan Holland di bawah pemerintahan Raja Louis Napoleon Bonaparte (adik dari Kaisar Napoleon). Akibat perubahan ketatanegaraan itu, akhirnya Indonesia menjadi daerah jajahan Kerajaan Holland (Kerajaan Belanda).
Karena Perancis dan Kerajaan Belanda itu terlibat dalam perang dengan Inggris, Louis Napoleon memilih seorang yang cakap untuk diangkat menjadi gubernur jenderal atas wilayah Indonesia. Tugas berat ini dibebankan kepada Herman Willem Daendels, dengan tugas utamanya adalah mempertahankan Pulau Jawa dari serangan pasukan Inggris.
d. Pemerintahan Daendels di Indonesia (1808-1811)
Pada tahun 1808, Daendels diangkat menjadi gubernur jenderal atas wilayah Indonesia. Tugas utamanya adalah untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan pasukan Inggris. Dalam upaya tersebut, perhatian Daendels hanyalah terhadap pertahanan dan ketentaraan.
Membangun Ketentaraan Untuk memperkuat angkatan perangnya, Daendels melatih orang-orang di Indonesia, karena tidak mungkin ia menambah tentaranya dengan orang-orang yang didatangkan dari negeri Belanda. Pembangunan angkatan perangnya ini dilengkapi dengan pendirian tangsi-tangsi atau benteng-benteng, pabrik mesiu dan juga rumah sakit tentara.
Membangun Jalan Pos Di samping itu, atas dasar pertimbangan pertahanan, Daendels memerintahkan pembuatan jalan pos dari Anyer di Jawa Barat sampai Panarukan di Jawa Timur. Pembuatan jalan ini menggunakan tenaga rakyat dengan sistem kerja rodi atau kerja paksa, hingga selesainya pembuatan jalan itu. Untuk orang Belanda, pekerjaan menyelesaikan pembuatan jalan pos ini merupakan keberhasilan yang gemilang, tetapi lain halnya dengan para pekerja rodi/pribumi, setiap jengkal jalan itu merupakan peringatan terhadap rintihan dan jeritan jiwa orang yang mati dalam pembuatan jalan tersebut.
Membangun Pelabuhan Setelah pembuatan jalan selesai, Daendels memerin¬tahkan pembuatan perahu-perahu kecil, karena perahu-perahu perang Belanda tidak mungkin dikirim dari negeri Belanda ke Indonesia. Selanjutnya membuat pelabuhan-pelabuhan tempat bersandarnya perahu-perahu perang itu. Untuk membangun pelabuhan perang itu, Daendels merencanakan di daerah Banten Selatan. Pembuatan pelabuhan itu telah memakan ribuan korban jiwa di Banten akibat dari penyakit malaria yang menyerang para pekerja paksa. Akhirnya pembuatan pelabuhan itu tidak selesai. Walaupun Daendels bersikeras untuk tetap menyelesaikannya, tetapi Sultan Banten menentangnya. Daendels menganggap jiwa rakyat Banten tidak ada harganya, sehingga hal ini mengakibatkan pecahnya perang antara Daendels dengan Kerajaan Banten.
Di samping itu, pembuatan pelabuhan di Merak juga mengalami kegagalan dan hanya usaha untuk memperluas pelabuhan di Surabaya yang cukup memuaskan.
Permusuhan raja-raja di Jawa dengan Daendels Setelah Daendels mengetahui bahwa Sultan Banten tidak sanggup memperbaiki sejumlah besar pekerjaan yang harus dikerjakan di Banten Selatan, apalagi ketika ada seorang Belanda terbunuh di Banten, maka kerajaan ini diserbu dan Sultan Banten diasingkan ke Ambon. Mangkubumi (perdana menteri) Banten yang dianggap oleh Daendels sebagai tiang perlawanan terhadap Belanda dibunuh dan mayatnya dibuang ke laut. Adapun Sultan yang baru diangkat oleh Daendels dipaksa untuk menerima Kerajaan Banten yang telah diperkecil.
Pada waktu Daendels membuat aturan-aturan baru tentang sopan-santun antara orang Belanda dengan raja-raja di Jawa Tengah, Sultan Ngayogyakarta menentang dan menyiapkan perlawanan. Pasukan Daendels menyerbu keraton dan merampas semua isi keraton. Daendels juga mempersempit daerah kekuasaan Keraton Ngayogyakarta. Sultan Hamengku Buwono I yang menentang Daendels dipecat dari kedudukannya, dan sejak itu ia disebut dengan gelar Sultan Sepuh.
Sudah tentu tindakan Daendels di Banten dan di Ngayogyakarta menimbulkan rasa benci dari rakyat maupun dari pihak raja-raja. Akhirnya raja-raja tersebut menjalin hubungan rahasia dengan Inggris agar dapat mengusir Belanda dari Pulau Jawa.
Usaha keuangan Daendels Daendels membutuhkan uang yang sangat banyak untuk membiayai pertahanan dan usaha-usaha lainnya. Untuk dapat memenuhi kebutuhan itu, ia melakukan penjualan tanah-tanah rakyat kepada pihak-pihak swasta bangsa Belanda, Cina, Arab dan lain sebagainya. Dengan demikian, muncullah tanah-tanah partikelir yang dikelola oleh pengusaha-pengusaha swasta. Para pengusaha swasta ini terkenal dengan tindakannya yang sering memeras dan menindas rakyat khususnya di daerah Pulau Jawa. Para pengusaha atau tuan-tuan tanah itu memiliki hak istimewa, sehingga dapat dikatakan bahwa tanah partikelir itu bagaikan negara di dalam negara, karena memiliki aturan-aturan tersendiri.
Pembangunan Kota Kota Batavia yang sudah dianggap tidak baik untuk kesehatan penduduk, terutama untuk para pegawai Belanda, maka atas perintah Daendels dianjurkan untuk pindah ke kota baru yang diberi nama Weltervreden dan Meester Cornelis.
Indonesia menjadi jajahan Perancis Pada tahun 1810 Kerajaan Belanda di bawah pemerintahan Raja Louis Napoleon Bonaparte dihapuskan oleh Kaisar Napoleon Bonaparte. Negeri Belanda dijadikan wilayah kekuasaan Perancis. Dengan demikian, wilayah jajahannya di Indonesia secara otomatis menjadi wilayah jajahan Perancis. Napoleon menganggap bahwa tindakan Daendels sangat otokratis (otoriter), maka pada tahun 1811 ia dipanggil kembali ke negeri Belanda dan digantikan oleh Gubernur Jenderal Jansens.
e. Kekuasaan Inggris di Indonesia
Setelah Daendels ditarik kembali ke negeri Belanda, Jansens diangkat sebagai gubernur jenderal atas wilayah Indonesia. Gubernur Jenderal Jansens mengetahui bahwa tentara yang diciptakan oleh Daendels sangat lemah. Jansens sangat khawatir, untuk mempercayakan pertahanan atas wilayah Jawa kepada raja-raja di Jawa, karena ia mengetahui bahwa raja-raja Jawa sangat memusuhi Belanda.
Pada tahun 1811, tentara Inggris mengadakan serangan terhadap wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Belanda. Pasukan Inggris tidak mengalami kesulitan dalam menghadapi pasukan Belanda. Di samping itu, pasukan Belanda juga mendapat serangan dari para raja-raja Jawa. Serangan-serangan itu menjadi penyebab menyerahnya Belanda tanpa bersyarat.
Sejak tahun 1811 itu juga wilayah Indonesia menjadi daerah jajahan East Indian Company (EIC), badan perdagangan Inggris yang berpusat di Kalkuta (India), yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal Lord Minto. Untuk wilayah Indonesia, Lord Minto mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai pemegang pemerintahan dengan pangkat Letnan Gubernur Jenderal.
Pemerintahan jajahan Inggris atas wilayah Indonesia tidak jauh berbeda dengan bangsa Eropa lainnya. Raja-raja di Jawa yang merasa telah berjasa membantu Inggris merasa sangat kecewa. Terutama Sultan Sepuh yang telah berkuasa kembali di Ngayogyakarta. Pada tahun 1812, Sultan Sepuh kembali menentang pemerintahan Inggris. Raffles yang cukup pandai dalam menetapkan taktik dan strategi, memperalat Pangeran Notokusumo untuk mengetahui gerak-gerik Sultan Sepuh. Setelah mengetahui rencana dan gerakan Sultan Sepuh, Raffles menyerang Ngayogyakarta. Sultan Sepuh ditangkap dan diasingkan ke Pulau Pinang. Sultan Hamengku Buwono yang baru diangkat dipaksa oleh Raffles untuk menyerahkan sebagian wilayahnya kepada Pangeran Notokusumo. Sebagai tanda jasa, Raffles mengangkatnya menjadi Pangeran Adipati Paku Alam (1813). Untuk selanjutnya daerahnya dikenal dengan sebutan Paku Alam.
Tindakan yang dilakukan oleh Raffles pada masa pemerintahannya adalah membagi daerah Jawa atas 16 daerah karesidenan, dengan tujuan untuk mempermudah pemerintah melakukan pengawasan terhadap daerah-daerah yang dikuasainya. Di samping itu. Raffles membentuk susunan baru dalam pengadilan yang didasarkan pada pengadilan Inggris.
Di samping sebagai kepala pemerintahan jajahan Inggris atas wilayah Indonesia, Raffles sangat tertarik kepada sejarah, kebudayaan dan kesenian di Jawa. Dengan bantuan orang-orang pribumi yang pandai dan beberapa orang Belanda, Raffles berhasil mengetahui sejarah, kebudayaan, kesenian dan kesusasteraan Jawa. Buah karya Thomas Stamford Raffles adalah buku yang berisikan sejarah Jawa yang berjudul History of Java.
Setelah Napoleon Bonaparte dapat dikalahkan dalam pertempuran di Leipzig dan kemudian tertangkap, maka pada tahun 1814 melalui Konvensi London (Perjanjian London), Inggris mengembalikan semua daerah kekuasa-an Belanda yang pernah dikuasai oleh Inggris. Akan tetapi Raffles tidak setuju terhadap keputusan-keputusan itu. la meletakan jabatannya dan digantikan oleh Letnan Gubernur Jenderal John Fendall. Pada tahun 1816 John Fendal menyerahkan wilayah jajahan di Indonesia kepada Belanda.
f. Pemerintahan Kolonial Belanda
Setelah dilakukan perjanjian antara Inggris dengan Belanda pada Konvensi London (1814), daerah jajahan di Indonesia dikembalikan kepada Belanda. Untuk mengurus pengembalian itu, dikirim komisi Jenderal yang terdiri atas Van der Capellen, Elout, dan Buyskes (1816).
Tugas komisi Jenderal itu sangat berat, yaitu memperbaiki sistem pemerintahan dan perekonomian. Perbaikan ekonomi ini bertujuan agar dapat mengembalikan utang-utang Belanda yang cukup besar akibat perang-perang yang dilakukan dalam menghadapi Napoleon maupun perang-perang yang dilakukan dalam menghadapi kerajaan-kerajaan di Indonesia.
Dalam menjalankan tugasnya itu, berbagai tantangan muncul, yaitu menghadapi perekonomian yang buruk, persaingan dagang bangsa Inggris, sikap bangsa pribumi yang memusuhi bangsa Belanda. Bangsa pribumi tidak ingin dijajah lagi dan ingin merdeka seperti yang dialami pada zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Jika ditinjau dari sejarah Indonesia, sejak tahun 1816 sampai tahun 1900, bangsa di Indonesia sudah jelas menentang masuk dan berkuasanya bangsa Asing termasuk bangsa Belanda. Pertentangan yang terjadi antara bangsa-bangsa di Indonesia dengan bangsa Belanda disebabkan oleh karena:
1. Kebencian golongan raja dan bangsawan pribumi terhadap pemerintah Belanda yang menyebabkan kemunduran kekuasaan mereka.
2. Kebencian golongan pedagang pribumi terhadap Belanda yang mematikan mata pencaharian mereka.
3. Kebencian terhadap Belanda berdasarkan agama, seperti meletusnya Perang Diponegoro, Perang Padri, Perang Aceh dan lain sebagainya.
Untuk menghadapi pertentangan yang kuat dari bangsa-bangsa di In¬donesia, Belanda menindasnya dengan jalan perang kolonial dan politik devide ' et impera, yaitu memecah belah bangsa di Indonesia. Hal ini mengakibatkan terjadinya permu'-uhan antara kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah Indo¬nesia
Dengan jatuhnya kota Konstantinopel ke tangan kekuasaan Turki Usmani, maka berakhirlah kekuasaan Kerajaan Romawi Timur. Hal ini juga berakibat tertutupnya perdagangan di Laut Tengah bagi orang-orang Eropa. Bangsa Turki menjalankan politik yang mempersulit pedagang Eropa beroperasi di daerah kekuasaannya. Keadaan seperti ini menyebabkan perdagangan antara dunia Timur dengan Eropa menjadi mundur, sehingga barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh orang-orang Eropa menjadi berkurang di pasaran Eropa, terutama rempah-rempah.
Pada akhir abad ke-15 dan permulaan abad ke-16, pelaut-pelaut bangsa Eropa berhasil menjelajahi samudera yang luas dan sampai ke negeri-negeri baru seperti Amerika, Afrika, Asia Timur termasuk Indonesia.
Faktor-faktor yang mendorong orang-orang Eropa mengadakan penjelajahan samudera pada akhir abad ke-16 di antaranya:
a. Jatuhnya kota Konstantinopel tahun 1453 ke tangan penguasa Turki Usmani
b. Kisah perjalanan Marco Polo ke dunia Timur, yaitu perjalanan kembalinya Marco Polo dari negeri Cina melalui pelayaran atau lautan.
c. Penemuan Copernicus yang didukung oleh Galileo, yang menyatakan bumi ini bulat
d. Penemuan kompas (penunjuk arah mata angin)
e. Semangat Reconcfuesta, yaitu semangat pembalasan terhadap kekuasaan Islam di manapun yang dijumpainya.
Dengan berlatar belakang inilah bangsa-bangsa Barat melakukan penjelajahan samudera yang dipelopori oleh bangsa Spanyol dan Portugis, serta diikuti oleh Belanda, Inggris, Perancis dan lain sebagainya.
a. Penjelajahan Bangsa Spanyol
Setelah Perjanjian Thordesillas (1492), Christopher Columbus mengajukan permohonan bantuan kepada raja Spanyol untuk berlayar mencari sumber rempah-rempah di dunia timur. Permintaan itu dipenuhi dengan memberikan tiga kapal yang bernama Pinta, Nina dan Maria beserta 88 orang pelaut kepada Colombus. Ketika Columbus tiba di Kepulauan Bahama, ia merasa dirinya telah sampai di Kepulauan Hindia yang merupakan sumber rempah-rempah. Walaupun di kepulauan itu tidak ditemukan adanya rempah-rempah. Selanjutnya, Kepulauan Bahama lebih dikenal dengan sebutan Hindia Barat oleh orang-orang Eropa.
Sejak Columbus menemukan kepulauan ini, maka pelaut-pelaut berikutnya hanya sampai berlayar di kepulauan ini seperti:
1. Cortez menduduki Mexico pada tahun 1519 dengan menaklukkan suku Indian yaitu Kerajaan Aztec dan suku Maya di Yucatan.
2. Pizzaro, pada tahun 1530 menaklukan kerajaan Indian di Peru yang bernama Kerajaan Inca.
Semua daerah yang direbut dan ditaklukkan oleh penjelajah itu dijadikan daerah jajahan bangsa Spanyol.
Kemudian penjelajahan bangsa Spanyol dilanjutkan oleh Ferdinand Magelhaens. la seorang pelaut bangsa Spanyol yang banyak mempelajari pengalaman pelayaran Columbus ke Amerika. Dari pelayaran Columbus itulah Magelhaens mengatakan bahwa wilayah Hindia hanya dapat ditemukan dengan melalui ujung Amerika bagian Selatan.
Pada tahun 1519, rombongan Magelhaens atas nama raja Spanyol, memulai pelayarannya menuju ke daerah Hindia. Pada tahun 1520 mereka telah tiba di kepulauan Filipina. Magelhaens mendirikan tugu peringatan dan menyatakan bahwa daerah itu menjadi milik raja Spanyol. Ketika rombongan Magelhaens tiba di Filipina, ia menemukan keadaan tegang dan kacau akibat persaingan dan pertentangan di antara kerajaan-kerajaan di Filipina. Dalam pertentangan itu, Magelhaens memihak salah satu kerajaan dan dalam perang yang terjadi itu ia mati terbunuh. Rombongan Magelhaens, selanjutnya dipimpin oleh kapten kapalnya yang bernama Sebastian d'Elcano. Sebastian d'Elcano sebagai pemimpin rombongan melanjutkan pelayarannya ke arah selatan dan sampai di kepulauan Maluku pada tahun 1521. Namun di Maluku telah berkuasa bangsa Portugis yang telah tiba sejak tahun 1512.
b Penjelajahan Bangsa Portugis
Setelah Perjanjian Thordesillas (1492) pelaut-pelaut Portugis di bawah pimpinan Bartholomeus Diaz mencoba mencari jalan keluar untuk menemukan dunia Timur (pusat rempah-rempah). Namun pelayaran Bartholomeus Diaz hanya sampai di ujung Afrika Selatan (1496). Hal ini disebabkan oleh besarnya gelombang ombak Samudera Hindia (Samudera Indonesia), sehingga kapal-kapal yang dibawa oleh Bartholomeus Diaz tidak berhasil melewatinya. Oleh Bartholomeus Diaz, tanjung itu diberi nama Tanjung Pengharapan (Cape of Good Hope atau Tanjung Harapan sekarang).
Kegagalan Bartholomeus Diaz untuk menemukan sumber rempah-rempah di dunia Timur tidak membuat surut tekad raja Portugis, terlebih lagi setelah mendengar berita keberhasilan Columbus menemukan benua Amerika. Maka pada tahun 1498, raja Portugis mengirim ekspedisinya di bawah pimpinan Vasco da Gama. Ekspedisi ini berhasil mendarat di Kalkuta (India) tahun 1498. Di daerah India para pelaut Portugis mendapat rempah-rempah dari para pedagang untuk dibawa ke negerinya. Dengan kenyataan seperti ini bangsa Portugis belum merasa puas dan ingin mendapatkan serta menemukan sendiri pusat rempah-rempah itu. Maka pada tahun 1511, dari India bangsa Portugis mengirim ekspedisinya di bawah pimpinan Alfonso d'Albuquerque, mengikuti perjalanan para pedagang Islam. Pada tahun 1511 itu juga Portugis berhasil menduduki Malaka, pusat perdagangan Islam di Asia Tenggara. Dari Malaka itu bangsa Portugis melanjutkan pelayarannya ke arah timur dengan tujuan untuk medapatkan sendiri pusat rempah-rempah yang ada di kepulauan Maluku. Akhirnya bangsa Portugis tiba di Ternate (Maluku) tahun 1512.
Ketika bangsa Portugis tiba di Ternate, Kerajaan Ternate itu sedang berperang melawan Kerajaan Tidore. Kedatangan bangsa Portugis di Ternate mendapatkan sambutan baik dari raja Ternate. Hal itu dilakukan dengan tujuan agar bangsa Portugis dapat dijadikan sekutu dalam menghadapi Kerajaan Tidore yang temyata dibantu bangsa Spanyol. Oleh karena itu, di samping perang yang terjadi antara Kerajaan Ternate
dengan Tidore, juga merupakan perang antara bangsa kulit putih yaitu antara
bangsa Spanyol dengan Portugis.
Untuk menyelesaikan pertikaian kedua bangsa kulit putih itu, Paus turun
tangan dan pada tahun 1521 dilakukan Perjanjian Saragossa (Zaragoza). Isi
Perjanjian itu antara lain:
1. Bumi ini dibagi atas dua pengaruh, yaitu pengaruh bangsa Spanyol dan Portugis.
Wilayah kekuasaan Spanyol membentang dari Mexico ke arah barat sampai ke kepulauan Filipina dan wilayah kekuasaan Portugis membentang dari Brazillia ke arah timur sampai ke kepulauan Maluku.
2.Jadi berdasarkan perjanjian itu, maka wilayah Maluku berada di bawah pengaruh kekuasaan bangsa Portugis dan bangsa Spanyol harus meninggalkan Maluku untuk kembali ke Filipina.
c. Kedatangan Bangsa Belanda di Indonesia
Bangsa Portugis menguasai jalur pelayaran perdagangan antara Hindia Timur (kepulauan di timur Indonesia) sampai Eropa selama hampir satu abad. Perdagangan rempah-rempah yang dilakukan oleh bangsa Portugis ini sangat besar pengaruhnya terhadap bangsa Belanda. Terlebih lagi setelah para pedagang Belanda tidak diperkenankan lagi untuk melakukan kegiatannya di bandar perdagangan Lisboa (Lisabon, Portugis). Sehingga para pedagang Belanda merasa kesulitan untuk mendapatkan rempah-rempah. Oleh karena itu, para pedagang Belanda berusaha sendiri untuk mencari dan menemukan sumber rempah-rempah yang ada di dunia Timur.
Bangsa Belanda memulai pelayarannya, pada tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman, para pedagang bangsa Belanda tiba di Banten (Indonesia). Dari bandar Banten pelaut Belanda melanjutkan pelayarannya ke arah timur dan mereka kembali dengan mem-bawa rempah-rempah dalam jumlah yang cukup banyak.
Sejak keberhasilannya itu, para pedagang Belanda semakin ramai datang ke Indonesia. Keadaan seperti ini telah menyebabkan timbulnya persaingan di antara para peda¬gang Belanda sendiri. Untuk mengatasi persaingan itu, pemerintah Belanda mem-bentuk badan usaha atau kongsi dagang yang diberi nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yaitu Persekutuan Dagang Hindia Timur. VOC berdiri tahun 1602 yang juga lebih sering disebut oleh bangsa Indonesia dengan sebutan Kompeni Belanda.
VOC merupakan suatu badan dagang para pedagang-pedagang Belanda yang mendapatkan hak-hak istimewa dari pemerintah kerajaan Belanda. Hak istimewa yang dimiliki oleh VOC mendorong semakin pesatnya perdagangan yang dilakukan oleh VOC. Sehingga kedudukan para pedagang Portugis semakin terdesak dan akhimya lenyap dari akdvitas monopoli perdagangan rempah-rempah.
d. Kedatangan Bangsa Inggris di Indonesia
Sejak abad ke-17, para pedagang Inggris sudah berdagang sampai di daerah India. Di India Timur, para pedagang Inggris mendirikan kongsi dagang yakni East India Company (EIC) pada tahun 1600, dengan India sebagai daerah operasinya. Pusat kekuasaan EIC adalah di Kalkuta (India), dan dari kota inilah Inggris meluaskan wilayahnya ke Asia Tenggara.
Pada abad ke-18 para pedagang Inggris juga sudah banyak berdagang di Indonesia, sehingga sekaligus menjadi saingan VOC (Belanda). Bahkan sejak Belanda menjadi sekutu Perancis, Inggris selalu mengancam kedudukan Belanda di Indonesia.
Di bawah Gubernur Jenderal Lord Minto yang berkedudu-kan di Kalkuta (India) dibentuk ekspedisi Inggris untuk merebut daerah-daerah kekuasaan Belanda yang ada di wilayah Indo¬nesia. Pada tahun 1811, Thomas Stamford Raffles telah berhasil merebut seluruh wilayah kekuasaan Belanda di Indonesia. Raffles yang diangkat sebagai pemimpin Inggris atas wilayah Indonesia memberikan kesempatan kepada penduduk Indone¬sia untuk melaksanakan perdagangan bebas. Walaupun demikian, kekuasaan Inggris tetap bersifat menindas bangsa-bangsa di Indonesia. Hubungan antara Indonesia dengan Eropa hampir seluruhnya dikuasai oleh Inggris. Akan tetapi berdasar-kan Perjanjian London tahun 1815, Inggris diharuskan mengem-balikan wilayah kekuasaannya di Indonesia kepada Belanda, dan pada tahun 1816 Inggris melaksanakan kewajibannya itu
2. Perkembangan Kekuasaan Bangsa Eropa di Indonesia
a. Kekuasaan Bangsa Portugis di Indonesia
Bangsa Portugis berhasil merebut beberapa pelabuhan penting di pantai India dan menjadikan kota Goa yang terletak di pantai India sebagai pusat kekuasaannya. Untuk dapat menguasai dan memonopoli perdagangan di Asia Selatan, bangsa Portugis melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Memperluas kekuasaannya ke arah barat dengan menghancurkan ar¬mada laut Turki, sehingga bangsa Portugis dapat mengawasi perdagang¬an dan pelayaran di laut antara Asia dengan Eropa. Bahkan bangsa Portugis dapat memaksa para pedagang untuk berlayar dari bandar perdagangan Goa (India) menuju ke Afrika Selatan dan selanjutnya sampai di bandar Lisboa, yaitu pusat perdagangan di Eropa dan ibu kota Portugis.
2) Memperluas kekuasaannya ke arah timur dengan menguasai Malaka, sehingga dapat menghentikan dan menguasai aktivitas perdagangan langsung yang dilakukan oleh pedagang-pedagang Cina, India maupun kerajaan-kerajaan di Indonesia.
Pada tahun 1511, Malaka berhasil direbut oleh Portugis di bawah pimpinan Alfonso d'Albuquerque. Sejak itu, Kerajaan Malaka jatuh ke tangan bangsa Portugis. Dengan demikian bangsa Portugis dapat mengadakan perdagangan langsung dengan daerah-daerah yang ada di Indonesia, seperti Ternate, Ambon, Banda, dan Timor. Di Ternate bangsa Portugis berusaha merebut perdagangan cengkeh dan pala. Akan tetapi dalam upaya itu, bangsa Portugis telah berbuat sesuatu hal yang melukai perasaan orang-orang Islam, dengan melanggar perjanjian terhadap Sultan Ternate.
Bangsa Portugis berusaha menanamkan kekuasaannya di daerah Maluku. Hal ini dilakukan agar dapat memonopoli perdagangan rempah-rempah. Namun, tindakan-tindakan bangsa Portugis yang semakin sewenang-wenang dan bertindak kejam terhadap rakyat telah menimbulkan terjadinya perten-tangan antara rakyat Maluku dengan bangsa Portugis. Pertentangan ini semakin memuncak setelah bangsa Portugis membunuh Sultan Hairun dari Kerajaan Ternate. Rakyat Ternate angkat senjata di bawah pimpinan putranya yang bernama Baab Ullah, dan akhirnya tahun 1575 bangsa Portugis terusir dari daerah Maluku.
Zaman kekuasaan kolonial Portugis yang berlangsung dari tahun 1511 sampai tahun 1641 di wilayah Indonesia meninggalkan bekas-bekasnya di dalam kebudayaan Indonesia saat ini. Peninggalan-peninggalan zaman kolonial Portugis baik yang berupa kebudayaan rohani maupun jasmani masih dapat kita saksikan hingga sekarang.
Semboyan dari penjelajahan bangsa Portugis, yaitu berusaha untuk menyebarkan agama Katolik pada daerah-daerah yang dikuasainya. Fransiscus Xaverius, seorang misionaris, telah menyebarluaskan agama Katolik di Ambon. Banyak orang Ambon yang akhirnya memeluk agama Katolik dan terlihat dari nama-namanya yang meniru nama-nama bangsa Portugis seperti De Pereira, De Fretes, Lopies, De Quelju, Diaz dan sebagainya.
Benda-benda peninggalan bangsa Portugis kemudian dianggap keramat oleh bangsa Indonesia seperti meriam-meriam yang terkenal dengan nama Nyai Setomi di Solo, Si Jagur di Jakarta, Ki Amuk di Banten dan sebagainya. Khusus meriam Si Jagur yang terdapat di Jakarta dianggap sebagai alat perantara kekuatan gaib untuk mendapatkan anak.
c. Indonesia di bawah Pemerintahan Kerajaan Belanda
Pada akhir abad ke-18, VOC mengalami kemunduran akibat kerugian yang sangat besar dan memiliki utang yang sangat besar. Hal ini diakibatkan oleh:
1. persaingan dagang dari bangsa Perands dan Inggris,
2. penduduk di Indonesia, terutama Jawa telah menjadi miskin, sehingga tidak mampu membeli barang-barang yang dijual oleh VOC,
3. perdagangan gelap merajalela dan menerobos monopoli perdagangan VOC,
4. pegawai-pegawai VOC banyak melakukan korupsi dan kecurangan-kecurangan akibat dari gaji yang diterimanya terlalu kecil,
5. VOC mengeluarkan anggaran belanja yang cukup besar untuk memelihara tentara dan pegawai-pegawai yang jumlahnya cukup besar untuk memenuhi pegawai daerah-daerah yang baru dikuasai, terutama di Jawa dan Madura.
Akibat kerugian besar yang diderita oleh VOC, maka pada tahun 1799 badan perdagangan ini akhirnya dibubarkan. Segala hak dan kewajibannya diambil alih oleh pemerintah Republik Bataafsche yang berkuasa atas wilayah Indonesia sampai tahun 1807. Pada tahun 1807, Republik Bataafsche dihapuskan oleh Kaisar Napoleon Bonaparte dan diganti bentuknya menjadi Kerajaan Holland di bawah pemerintahan Raja Louis Napoleon Bonaparte (adik dari Kaisar Napoleon). Akibat perubahan ketatanegaraan itu, akhirnya Indonesia menjadi daerah jajahan Kerajaan Holland (Kerajaan Belanda).
Karena Perancis dan Kerajaan Belanda itu terlibat dalam perang dengan Inggris, Louis Napoleon memilih seorang yang cakap untuk diangkat menjadi gubernur jenderal atas wilayah Indonesia. Tugas berat ini dibebankan kepada Herman Willem Daendels, dengan tugas utamanya adalah mempertahankan Pulau Jawa dari serangan pasukan Inggris.
d. Pemerintahan Daendels di Indonesia (1808-1811)
Pada tahun 1808, Daendels diangkat menjadi gubernur jenderal atas wilayah Indonesia. Tugas utamanya adalah untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan pasukan Inggris. Dalam upaya tersebut, perhatian Daendels hanyalah terhadap pertahanan dan ketentaraan.
Membangun Ketentaraan Untuk memperkuat angkatan perangnya, Daendels melatih orang-orang di Indonesia, karena tidak mungkin ia menambah tentaranya dengan orang-orang yang didatangkan dari negeri Belanda. Pembangunan angkatan perangnya ini dilengkapi dengan pendirian tangsi-tangsi atau benteng-benteng, pabrik mesiu dan juga rumah sakit tentara.
Membangun Jalan Pos Di samping itu, atas dasar pertimbangan pertahanan, Daendels memerintahkan pembuatan jalan pos dari Anyer di Jawa Barat sampai Panarukan di Jawa Timur. Pembuatan jalan ini menggunakan tenaga rakyat dengan sistem kerja rodi atau kerja paksa, hingga selesainya pembuatan jalan itu. Untuk orang Belanda, pekerjaan menyelesaikan pembuatan jalan pos ini merupakan keberhasilan yang gemilang, tetapi lain halnya dengan para pekerja rodi/pribumi, setiap jengkal jalan itu merupakan peringatan terhadap rintihan dan jeritan jiwa orang yang mati dalam pembuatan jalan tersebut.
Membangun Pelabuhan Setelah pembuatan jalan selesai, Daendels memerin¬tahkan pembuatan perahu-perahu kecil, karena perahu-perahu perang Belanda tidak mungkin dikirim dari negeri Belanda ke Indonesia. Selanjutnya membuat pelabuhan-pelabuhan tempat bersandarnya perahu-perahu perang itu. Untuk membangun pelabuhan perang itu, Daendels merencanakan di daerah Banten Selatan. Pembuatan pelabuhan itu telah memakan ribuan korban jiwa di Banten akibat dari penyakit malaria yang menyerang para pekerja paksa. Akhirnya pembuatan pelabuhan itu tidak selesai. Walaupun Daendels bersikeras untuk tetap menyelesaikannya, tetapi Sultan Banten menentangnya. Daendels menganggap jiwa rakyat Banten tidak ada harganya, sehingga hal ini mengakibatkan pecahnya perang antara Daendels dengan Kerajaan Banten.
Di samping itu, pembuatan pelabuhan di Merak juga mengalami kegagalan dan hanya usaha untuk memperluas pelabuhan di Surabaya yang cukup memuaskan.
Permusuhan raja-raja di Jawa dengan Daendels Setelah Daendels mengetahui bahwa Sultan Banten tidak sanggup memperbaiki sejumlah besar pekerjaan yang harus dikerjakan di Banten Selatan, apalagi ketika ada seorang Belanda terbunuh di Banten, maka kerajaan ini diserbu dan Sultan Banten diasingkan ke Ambon. Mangkubumi (perdana menteri) Banten yang dianggap oleh Daendels sebagai tiang perlawanan terhadap Belanda dibunuh dan mayatnya dibuang ke laut. Adapun Sultan yang baru diangkat oleh Daendels dipaksa untuk menerima Kerajaan Banten yang telah diperkecil.
Pada waktu Daendels membuat aturan-aturan baru tentang sopan-santun antara orang Belanda dengan raja-raja di Jawa Tengah, Sultan Ngayogyakarta menentang dan menyiapkan perlawanan. Pasukan Daendels menyerbu keraton dan merampas semua isi keraton. Daendels juga mempersempit daerah kekuasaan Keraton Ngayogyakarta. Sultan Hamengku Buwono I yang menentang Daendels dipecat dari kedudukannya, dan sejak itu ia disebut dengan gelar Sultan Sepuh.
Sudah tentu tindakan Daendels di Banten dan di Ngayogyakarta menimbulkan rasa benci dari rakyat maupun dari pihak raja-raja. Akhirnya raja-raja tersebut menjalin hubungan rahasia dengan Inggris agar dapat mengusir Belanda dari Pulau Jawa.
Usaha keuangan Daendels Daendels membutuhkan uang yang sangat banyak untuk membiayai pertahanan dan usaha-usaha lainnya. Untuk dapat memenuhi kebutuhan itu, ia melakukan penjualan tanah-tanah rakyat kepada pihak-pihak swasta bangsa Belanda, Cina, Arab dan lain sebagainya. Dengan demikian, muncullah tanah-tanah partikelir yang dikelola oleh pengusaha-pengusaha swasta. Para pengusaha swasta ini terkenal dengan tindakannya yang sering memeras dan menindas rakyat khususnya di daerah Pulau Jawa. Para pengusaha atau tuan-tuan tanah itu memiliki hak istimewa, sehingga dapat dikatakan bahwa tanah partikelir itu bagaikan negara di dalam negara, karena memiliki aturan-aturan tersendiri.
Pembangunan Kota Kota Batavia yang sudah dianggap tidak baik untuk kesehatan penduduk, terutama untuk para pegawai Belanda, maka atas perintah Daendels dianjurkan untuk pindah ke kota baru yang diberi nama Weltervreden dan Meester Cornelis.
Indonesia menjadi jajahan Perancis Pada tahun 1810 Kerajaan Belanda di bawah pemerintahan Raja Louis Napoleon Bonaparte dihapuskan oleh Kaisar Napoleon Bonaparte. Negeri Belanda dijadikan wilayah kekuasaan Perancis. Dengan demikian, wilayah jajahannya di Indonesia secara otomatis menjadi wilayah jajahan Perancis. Napoleon menganggap bahwa tindakan Daendels sangat otokratis (otoriter), maka pada tahun 1811 ia dipanggil kembali ke negeri Belanda dan digantikan oleh Gubernur Jenderal Jansens.
e. Kekuasaan Inggris di Indonesia
Setelah Daendels ditarik kembali ke negeri Belanda, Jansens diangkat sebagai gubernur jenderal atas wilayah Indonesia. Gubernur Jenderal Jansens mengetahui bahwa tentara yang diciptakan oleh Daendels sangat lemah. Jansens sangat khawatir, untuk mempercayakan pertahanan atas wilayah Jawa kepada raja-raja di Jawa, karena ia mengetahui bahwa raja-raja Jawa sangat memusuhi Belanda.
Pada tahun 1811, tentara Inggris mengadakan serangan terhadap wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Belanda. Pasukan Inggris tidak mengalami kesulitan dalam menghadapi pasukan Belanda. Di samping itu, pasukan Belanda juga mendapat serangan dari para raja-raja Jawa. Serangan-serangan itu menjadi penyebab menyerahnya Belanda tanpa bersyarat.
Sejak tahun 1811 itu juga wilayah Indonesia menjadi daerah jajahan East Indian Company (EIC), badan perdagangan Inggris yang berpusat di Kalkuta (India), yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal Lord Minto. Untuk wilayah Indonesia, Lord Minto mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai pemegang pemerintahan dengan pangkat Letnan Gubernur Jenderal.
Pemerintahan jajahan Inggris atas wilayah Indonesia tidak jauh berbeda dengan bangsa Eropa lainnya. Raja-raja di Jawa yang merasa telah berjasa membantu Inggris merasa sangat kecewa. Terutama Sultan Sepuh yang telah berkuasa kembali di Ngayogyakarta. Pada tahun 1812, Sultan Sepuh kembali menentang pemerintahan Inggris. Raffles yang cukup pandai dalam menetapkan taktik dan strategi, memperalat Pangeran Notokusumo untuk mengetahui gerak-gerik Sultan Sepuh. Setelah mengetahui rencana dan gerakan Sultan Sepuh, Raffles menyerang Ngayogyakarta. Sultan Sepuh ditangkap dan diasingkan ke Pulau Pinang. Sultan Hamengku Buwono yang baru diangkat dipaksa oleh Raffles untuk menyerahkan sebagian wilayahnya kepada Pangeran Notokusumo. Sebagai tanda jasa, Raffles mengangkatnya menjadi Pangeran Adipati Paku Alam (1813). Untuk selanjutnya daerahnya dikenal dengan sebutan Paku Alam.
Tindakan yang dilakukan oleh Raffles pada masa pemerintahannya adalah membagi daerah Jawa atas 16 daerah karesidenan, dengan tujuan untuk mempermudah pemerintah melakukan pengawasan terhadap daerah-daerah yang dikuasainya. Di samping itu. Raffles membentuk susunan baru dalam pengadilan yang didasarkan pada pengadilan Inggris.
Di samping sebagai kepala pemerintahan jajahan Inggris atas wilayah Indonesia, Raffles sangat tertarik kepada sejarah, kebudayaan dan kesenian di Jawa. Dengan bantuan orang-orang pribumi yang pandai dan beberapa orang Belanda, Raffles berhasil mengetahui sejarah, kebudayaan, kesenian dan kesusasteraan Jawa. Buah karya Thomas Stamford Raffles adalah buku yang berisikan sejarah Jawa yang berjudul History of Java.
Setelah Napoleon Bonaparte dapat dikalahkan dalam pertempuran di Leipzig dan kemudian tertangkap, maka pada tahun 1814 melalui Konvensi London (Perjanjian London), Inggris mengembalikan semua daerah kekuasa-an Belanda yang pernah dikuasai oleh Inggris. Akan tetapi Raffles tidak setuju terhadap keputusan-keputusan itu. la meletakan jabatannya dan digantikan oleh Letnan Gubernur Jenderal John Fendall. Pada tahun 1816 John Fendal menyerahkan wilayah jajahan di Indonesia kepada Belanda.
f. Pemerintahan Kolonial Belanda
Setelah dilakukan perjanjian antara Inggris dengan Belanda pada Konvensi London (1814), daerah jajahan di Indonesia dikembalikan kepada Belanda. Untuk mengurus pengembalian itu, dikirim komisi Jenderal yang terdiri atas Van der Capellen, Elout, dan Buyskes (1816).
Tugas komisi Jenderal itu sangat berat, yaitu memperbaiki sistem pemerintahan dan perekonomian. Perbaikan ekonomi ini bertujuan agar dapat mengembalikan utang-utang Belanda yang cukup besar akibat perang-perang yang dilakukan dalam menghadapi Napoleon maupun perang-perang yang dilakukan dalam menghadapi kerajaan-kerajaan di Indonesia.
Dalam menjalankan tugasnya itu, berbagai tantangan muncul, yaitu menghadapi perekonomian yang buruk, persaingan dagang bangsa Inggris, sikap bangsa pribumi yang memusuhi bangsa Belanda. Bangsa pribumi tidak ingin dijajah lagi dan ingin merdeka seperti yang dialami pada zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Jika ditinjau dari sejarah Indonesia, sejak tahun 1816 sampai tahun 1900, bangsa di Indonesia sudah jelas menentang masuk dan berkuasanya bangsa Asing termasuk bangsa Belanda. Pertentangan yang terjadi antara bangsa-bangsa di Indonesia dengan bangsa Belanda disebabkan oleh karena:
1. Kebencian golongan raja dan bangsawan pribumi terhadap pemerintah Belanda yang menyebabkan kemunduran kekuasaan mereka.
2. Kebencian golongan pedagang pribumi terhadap Belanda yang mematikan mata pencaharian mereka.
3. Kebencian terhadap Belanda berdasarkan agama, seperti meletusnya Perang Diponegoro, Perang Padri, Perang Aceh dan lain sebagainya.
Untuk menghadapi pertentangan yang kuat dari bangsa-bangsa di In¬donesia, Belanda menindasnya dengan jalan perang kolonial dan politik devide ' et impera, yaitu memecah belah bangsa di Indonesia. Hal ini mengakibatkan terjadinya permu'-uhan antara kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah Indo¬nesia
0 komentar:
Posting Komentar