A.PERKEMBANGAN PERGERAKAN KEBANGSAAN INDONESIA
1. Trasformasi Etnik
Sejak masuknya bangsa-bangsa Barat (Eropa) di wilayah Indonesia, pergerakan dan perjuangan bangsa dari berbagai daerah telah terjadi saat itu. Namun, pergerakan dan perjuangannya hanya terbatas pada wilayah kerajaannya atau membebaskan penduduknya dari penindasan bangsa-bangsa Barat tersebut. Gerakan ini juga dapat disebut dengan gerakan etnik atau suku bangsa, karena masing-masing daerah di wilayah Indonesia memiliki etnik-etnik yang berbeda dengan adat dan tradisi yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Perjuangan etnik-etnik di wilayah Indonesia berlangsung sangat lama. Hal ini disebabkan masing-masing etnik hanya mementingkan keselamatan dan kebebasan etniknya sendiri. Bahkan mereka belum memikirkan hubungan antara etnik yang satu dengan yang lainnya. Namun, dengan berkembangnya perlawanan seperti ini mempermudah dan mempercepat proses pendudukan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda terhadap wilayah-wilayah di seluruh Indonesia. Pemerintah kolonial Belanda dapat memanfaatkan etnik yang satu untuk menundukkan etnik yang lain. Misalnya pasukan Belanda mempergunakan pasukan yang berasal dari Jawa untuk melawan dan menundukkan penguasa-penguasa pribumi di daerah Sumatera, atau pasukan Belanda menjalin hubungan kerjasama dengan Kerajaan Bone di dalam menduduki Kerajaan Makassar. Oleh sebab itulah, pada abad ke-19 hampir seluruh wilayah Indonesia telah berada di bawah kekuasaan pemerintah kolonial Belanda.
Keberhasilan pemerintah kolonial Belanda menundukkan perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia di berbagai daerah di Indonesia, berpengaruh besar terhadap masalah keuangan kas negeri Belanda. Peperangan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda di wilayah Indonesia menelan biaya yang tidak sedikit. Masalah keuangan dari pemerintah Kerajaan Belanda juga disebabkan oleh keterlibatannya dalam perang koalisi di Eropa untuk menjatuhkan kekuasaan Napoleon Bonaparte. Kas negeri Belanda kosong, dan juga hutang-hutang negeri Belanda semakin membengkak. Untuk menanggulangi masalah keuangan itu, pemerintah Kerajaan Belanda mengangkat Van Den Bosch menjadi Gubernur Jenderal atas wilayah Indonesia.
Tugas utama Van Den Bosch adalah untuk mendayagunakan wilayah Indonesia/Hindia Belanda agar dapat memenuhi kas negeri Belanda dalam waktu yang singkat. Langkah yang ditempuhnya yaitu dengan menerapkan Sistem Tanam Paksa (cultuurstelsel). Van Den Bosch memerintahkan kepada rakyat Indonesia untuk menanam tanaman yang laku di pasaran Eropa. Jenis-jenis tanaman yang wajib ditanam oleh rakyat seperti kopi, teh, tebu, tembakau, kina, karet, cengkeh, pala dan lain sebagainya.
Melalui pelaksanaan Sistem Tanam Paksa itu, maka dalam waktu yang singkat keadaan keuangan negeri Belanda telah berhasil dipulihkan, bahkan mencapai lebih dari dua kali kas negeri Belanda sebelumnya. Namun keberhasilan pemerintah kolonial Belanda mengembalikan kas negeri Belanda dalam keadaan berlimpah, ternyata menyisakan penderitaan hidup bagi rakyat pribumi. Kesengsaraan dan penderitaan kehidupan rakyat terjadi di berbagai daerah.
Kesengsaraan dan penderitaan yang dialami oleh rakyat Indonesia/ berhasil menarik perhatian beberapa orang Belanda dari kalangan humanis dan liberal. Orang-orang Belanda itulah yang memperjuangkan kehidupan rakyat kepada pemerintah Kerajaan Belanda (di Eropa). Mereka berpandangan bahwa kejayaan yang berhasil dicapai oleh negeri Belanda itu merupakan hasil cucuran keringat emas bangsa Indonesia. Pemerintah Kerajaan Belanda memiliki kewajiban untuk membalas budi orang-orang Indonesia yang telah dipaksa bekerja agar tercapai dan terpenuhinya kas negeri Belanda yang kosong itu.
Kaum humanis dan kaum liberal mengusulkan kepada pemerintah Kerajaan Belanda untuk melaksanakan hal-hal yang dapat membantu kehidupan rakyat Indonesia, seperti membangun irigasi, menyelenggarakan perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain (imigrasi) dan menyelenggarakan pendidikan (edukasi). Ketiga hal itu lebih dikenal dengan sebutan Trilogi Van Deventer, karena dilaksanakan pada masa pemerintahan dan kekuasaan Gubernur Jenderal Van Deventer.
Khusus dalam bidang pendidikan (edukasi), pemerintah kolonial Belanda mendirikan sekolah-sekolah untuk kalangan pribumi. Walaupun tingkat sekolah itu disesuaikan dengan kedudukan seseorang di dalam masyarakat. Ternyata pemisah itu tidak dipandang begitu penting, karena kaum pribumi telah berhasil mendapatkan pengetahuan melalui sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Berkembangnya pengetahuan masyarakat Indonesia, memberikan dampak yang baik dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena di tengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang demikian itu muncul kalangan intelektual yang akan memperjuangkan kehidupan masyarakatnya. Kaum intelektual dari kaum pribumi ini mulai menyadari keberadaan kehidupan bangsanya di bawah kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Kesengsaraan dan penderitaan yang dialami oleh masyarakat Indonesia menjadi pendorong semangat untuk terus memperjuangkan dan membebaskan rakyat Indonesia dari berbagai bentuk penindasan dan pemerasan. Langkah-langkah yang yang ditempuh oleh kaum intelektual bangsa Indonesia, yaitu melalui pendirian organisasi-organisasi, baik yang bersifat sosial, budaya, ekonomi, maupun politik.
Di samping itu, perjuangan etnik-etnik yang berada di seluruh wilayah Indonesia, bukan saja dilakukan oleh kalangan etnik pribumi, tetapi juga muncul gerakan-gerakan etnik yang dilakukan oleh etnik-etnik asihg yang telah hidup dan menetap di wilayah Indonesia. Bahkan pada masa pergerakan nasional Indonesia, baik yang dilakukan oleh masyarakat pribumi maupun yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dari keturunan asing di Indonesia. Gerakan-gerakan yang pernah terjadi dalam menentang pemerintahan kolonial Belanda yang dilakukan oleh masyarakat keturunan seperti Cina, India, Arab
Munculnya gerakan nasionalisme di Cina yang dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen, berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan masyarakat keturunan Cina di Indonesia. Masyarakat keturunan Cina di Indonesia melakukan berbagai bentuk perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Perlawanan itu muncul sebagai akibat terbatasnya ruang gerak masyarakat Cina di Indonesia.
Berbagai bentuk usaha yang dibangun oleh masyarakat Cina di Indonesia, dibatasi oleh pemerintah kolonial Belanda. Terlebih lagi tekanan-tekanan yang diterima oleh masyarakat Cina pada masa itu mendorong munculnya perjuangan-perjuangan untuk membebaskan diri dari cengkeraman kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat keturunan Cina hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia, seperti yang terjadi di daerah Kalimantan Barat, Jawa Barat dan daerah-daerah lainnya di wilayah Indonesia.
Dengan demikian, perlawanan masyarakat keturunan Cina di wilayah Indonesia dapat mempengaruhi kedudukan pemerintah kolonial Belanda. Masyarakat keturunan Cina yang selalu dijadikan alat pemerasan terhadap penduduk pribumi, akhirnya berbalik memusuhi dan bahkan melakukan serangan terhadap kedudukan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia.
Gerakan Masyarakat Indonesia Keturunan Indo Belanda
Munculnya masyarakat keturunan Indo Belanda di Indonesia disebabkan terjadinya perkawinan antara orang Belanda dengan penduduk pribumi. Misalnya, laki-laki orang Belanda kawin dengan perempuan dari kalangan pribumi atau perempuan dari orang Belanda kawin dengan laki-laki dari kalangan pribumi. Melalui perkawinan itulah terlahir masyarakat yang disebut dengan Indo Belanda.
Pada masa pergerakan nasional Indonesia, orang-orang keturunan Indo Belanda melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Perlawanan yang dilakukannya itu disebabkan oleh pemerintah kolonial Belanda berlaku sewenang-wenang. Mereka mengalami kesulitan untuk bergabung dengan kelompok orang-orang Belanda di Indonesia. Sementara itu, kelompok Indo Belanda ini memiliki hubungan yang sangat dekat dengan masyarakat pribumi. Kedekatan hubungannya dengan masyarakat pribumi mengakibatkan kelompok Indo Belanda dapat mengetahui dengan jelas kehidupan yang dialami oleh masyarakat pribumi itu. Penindasan-penindasan atau penekanan-penekanan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda terhadap masyarakat pribumi Indonesia dengan jelas dapat mereka saksikan. Hal itulah yang mendorong mereka untuk turut serta berjuang menentang segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda terhadap masyarakat pribumi Indonesia.
Di antara orang-orang Indo Belanda itu menganggap bahwa daerah Indonesia telah menjadi daerahnya sendiri dan di antara mereka ada yang menganggap dirinya telah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia. Orang-orang Indo Belanda terus melakukan perjuangan untuk menentang berbagai tindakan yang menekan pemerintah kolonial Belanda. Hal ini dengan jelas dapat dilihat pada organisasi Indische Partij yang didirikan oleh Douwes Dekker di Bandung. Pendirian itu bersama-sama orang-orang dari kalangan pribumi seperti, Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat.
Di samping etnik-etnik tersebut, juga terdapat perlawanan yang dilakukan oleh etnik Arab dan India dalam menentang kekuasaan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. Sehingga hampir seluruh etnis keturunan asing yang berada di wilayah Indonesia melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Perlawanan dari etnik-etnik tidak dapat menyingkirkan kedudukan dan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. Walaupun demikian, perlawanan yang dilakukan oleh etnik-etnik dari bangsa Indonesia maupun etnik keturunan asing di wilayah Indonesia telah turut mewarnai perjuangan bangsa Indonesia di dalam menentang kekuasaan Belanda di wilayah Indonesia.
Sejak tahun 1908, terjadi perubahan dalam pergerakan bangsa Indonesia, perlawanan-perlawanan yang bersifat etnik mulai ditinggalkan dan mereka terus mengupayakan terwujudnya persatuan dan kesatuan di antara etnik-etnik yang ada di wilayah Indonesia untuk menentang kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Organisasi-organisasi pergerakan yang bersifat nasional mulai bermunculan di wilayah Indonesia. Bahkan perlawanan yang bersifat etnik benar-benar telah ditinggalkan, yaitu dengan diwujudkannya Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928) yang mengucapkan ikrar tentang persatuan dan kesatuan Indonesia dalam segala bidang. Sebab, dengan terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, dengan mudah dapat menying¬kirkan kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda dari bumi Indonesia.
2. Pergerakan Bersifat Kedaerahan
Sejak masuknya kekuasaan bangsa Barat (Eropa) ke wilayah Indonesia, telah membawa perubahan dan bahkan menyebabkan terjadinya keguncangan dalam kehidupan rakyat Indonesia. Pada awal abad ke-19, penguasa peme¬rintah kolonial Belanda di wilayah Indonesia mulai mengadakan pembaharu-an pada politik kolonial. Pembaharuan dalam bidang politik pemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda merupakan awal dari praktek dari sistem ekonomi baru. Namun, sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda itu muncul berbagai perubahan tatanan kehidupan di kalangan rakyat pribumi yaitu rakyat Indonesia.
Sementara itu, tindakan untuk menghapuskan kedudukan yang didasarkan pada adat penguasa pribumi dan kemudian dijadikan pegawai pemerintah, telah meruntuhkan kewibawaan penguasa tradisional. Kedudukannya semakin merosot, bahkan secara administratif para bupati atau penguasa pribumi lainnya adalah pegawai pemerintah kolonial Beianda yang ditempatkan di bawah pengawasan pemerintahannya. Hubungan rakyat dengan para bupati hanya terbatas pada urusan administrasi dan pemungutan pajak. Hak-hak yang diberikan oleh adat telah hilang, kepemilikan tanah lungguh atau tanah jabatan dihapuskan dan diganti dengan gaji. Upacara dan tata cara yang berlaku di istana kerajaan juga disederhanakan. Dengan demikian ikatan tradisi dalam kehidupan kaum pribumi menjadi sangat lemah.
Dengan masuknya ekonomi uang, maka beban rakyat semakin bertambah berat. Hal ini disebabkan adanya uang sebagai alat tukar yang disahkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada saat itu. Peredaran mata uang itu, juga dapat mempermudah pelaksanaan pemungu-tan pajak, seperti peningkatan perda-gangan hasil bumi, lahirnya buruh upahan, serta masalah kepemilikan tanah dan penggarapannya. Sistem penyewaan tanah dan praktik-praktik kerja paksa telah merusakkan sendi-sendi kehidupan masyarakat di daerah pedesaan. Praktik-praktik pemerasan dan penindasan yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan pemu-ngutan pajak, kerja paksa, penyewaan tanah dan penyelewengan-penyelewengan lainnya telah menjadikan rakyat di daerah pedesaan menjadi lemah. Mereka tidak memiliki tempat untuk berlindung dan tempat untuk menyatakan keberatan-keberatan yang dirasakannya.
Dalam menghadapi pengaruh kekuasaan Barat yang menyebabkan munculnya penderitaan hidup, ternyata masyarakat yang berada di daerah-daerah pedesaan memiliki cara tersendiri untuk melawannya. Cara itu diwujudkan dalam bentuk gerakan sosial, yang dalam perwujudannya merupakan gerakan untuk menentang atau memprotes kepada pihak-pihak penguasa, baik penguasa pemerintah kolonial Belanda maupun penguasa setempat atau penguasa pribumi yang dianggap menjadi penyebab munculnya kesengsaraan dan penderitaan. Sifat gerakannya sangat sederhana dan tidak tersusun rapi seperti organisasi modern. Dalam menjalankan aksinya tidak didasarkan kepada rencana atau program yang ingin dituju.
Oleh sebab itu, setiap pemberontakan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia di berbagai daerah dengan mudah dapat ditindas oleh pihak pemerintah kolonial Belanda. Pada umumnya pergerakan-pergerakan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat pedesaan tidak berumur panjang dan spontanitas. Pergerakan ini dengan cepat berakhir, apabila pemimpinnya telah ditahan atau ditangkap. Gerakan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut bersifat kedaerahan, karena tidak memiliki hubungan kerjasama dengan daerah-daerah lainnya. Aksi-aksi gerakan tidak meluas seperti yang terjadi pada perlawanan-perlawanan besar yaitu Perang Diponegoro, Perang Aceh atau perlawanan-perlawanan lainnya. Aksi yang dilakukan oleh kelompok tersebut diwujudkan dalam bentuk kerusuhan, huru-hara dan gangguan-gangguan ketenteraman.
Gerakan dari masyarakat tersebut sangat tradisional. Bahkan tujuan gerakan sering kabur dan tidak seperti tujuan yang dilakukan oleh gerakan-gerakan suatu organisasi politik. Kalau pergerakan politik mempunyai tujuan yang jelas dan juga pengikutnya memiliki gambaran tentang masyarakat yang menjadi tujuannya, pengikut gerakan masyarakat yang bersifat ke¬daerahan ini hanya memiliki harapan-harapan akan datangnya keadaan yang tenteram, adil dan makmur. Akan tetapi mereka tidak tahu caranya untuk mencapai keadaan yang diharapkan itu, sehingga mereka selalu berharap akan datangnya tokoh-tokoh juru selamat atau ratu adil yang akan membawa jaman keemasan seperti yang mereka impikan. Oleh karena itulah, gerakan masyarakat selalu didasari oleh suatu kepercayaan keagamaan dan kepercayaan untuk membangun serangan menentang kekuasaan dan pengaruh Barat.
Sepanjang abad ke-19 dan awal abad ke-20 telah terjadi gerakan masyarakat pada daerah-daerah di seluruh wilayah Indonesia. Hampir setiap daerah mengenal munculnya gerakan sendiri dan lahirnya gerakan itu sebagai bukti bahwa masyarakat pada daerah-daerah tidak tinggal diam dalam meng-hadapi gerakan yang ditimbulkan oleh penjajah. Walaupun perlawanan-perlawanan besar telah dapat ditindas, namun bukan berarti rakyat Indonesia telah patah semangat. Bahkan melalui gerakan sosial dari masyarakat di daerah pedesaan masih memiliki kekuatan untuk menentang kekuasaan Barat dengan caranya sendiri.
Dalam realita sosial gerakan dari masyarakat tersebut dapat dibedakan atas gerakan melawan pemerasan, gerakan ratu adil dan lain-lain.
Gerakan Melawan Pemerasan. Gerakan rakyat melawan pemerasan banyak terjadi di daerah atau di tanah partikelir (swasta). Bahkan sepanjang abad ke-19, di daerah-daerah seperti itu terjadi pergolakan rakyat menentang para penindas. Sampai awal abad ke-20, kerusuhan-kerusuhan seperti itu masih terus berlangsung. Hampir semua kerusuhan yang terjadi di tanah partikelir disebabkan oleh adanya pemungutan pajak yang tinggi dan beban pengerahan tenaga kerja paksa yang sangat berat. Kerusuhan-kerusuhan itu dilakukan oleh petani di daerah pedesaan. Mereka memberontak karena merasa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh para penguasa sudah di luar batas serta banyak didorong oleh perasaan dendam dan bend kepada para penguasa.
Daerah-daerah yang banyak terdapat tanah partikelir yaitu di sekitar Jakarta, antara Jakarta dengan Bogor, Banten, Karawang, Cirebon, Semarang, Surabaya dan lain-lain. Munculnya tanah partikelir pada daerah-daerah itu sebagai akibat terjadinya praktik penjualan tanah yang dilakukan oleh orang-orang Belanda sejak dari zaman VOC hingga abad ke-19.
Tanah-tanah partikelir itu banyak dikuasai oleh orang-orang asing seperti orang-orang Eropa, orang-orang Tionghoa dan lain sebagainya. Mereka menjadi tuan-tuan tanah, dengan menguasai seluruh yang ada pada tanah tersebut, termasuk orang yang bertempat tinggal pada daerah yang dikuasainya itu. Sebagai penguasa atas tanah itu, mereka mempunyai hak untuk menuntut penyerahan tenaga dan hasil bumi dari semua penghuninya. Bahkan tuan-tuan tanah dapat meminta apa saja yang mereka kehendaki.
Sementara itu, pemerintah mempunyai hak untuk mengawasi daerah tersebut, tetapi di dalam prakteknya, pemerintah tidak dapat mencegah praktek-praktek penindasan dan perbudakan yang dilakukan oleh tuan-tuan tanah. Pemerintah yang berkuasa pada waktu itu terlalu lemah dan tidak dapat bertindak tegas terhadap segala bentuk perbuatan yang dilakukan oleh para tuan tanah. Berbagai aturan telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk melindungi penduduk dari segala bentuk tindakan yang memberatkan. Namun tidak berhasil karena tindakan sewenang-wenang dari tuan tanah masih tetap dilakukannya. Oleh karena itulah, pada tanah-tanah partikelir selalu dan sering terjadi kenisuhan. Kerusuhan itu terjadi pada saat pemungutan cuke (pajak), sehingga dikenal dengan Kerusuhan Cuke. Kerusuhan seperti ini sering terjadi seperti di daerah Candi Udik (1845), Ciomas (1886), dan Ciampea (1892).
Penduduk di daerah partikelir Ciomas yang terletak di lereng gunung Salak (Jawa Barat) telah lama rnengalami beban berat akibat pembayaran pajak, kerja rodi, penyerahan hasil bumi, dan masalah perbudakan. Hal ini menirnbulkan kesengsaraan dan penderitaan rakyat di daerah itu. Oleh karena itu, rasa tidak puas semakin memuncak dan meletuslah pemberontakan terbuka tahun 1886 di bawah pimpinan Mohammad Idris. Serangan itu dilakukan secara kebetulan, ketika tuan tanah sedang menyelenggarakan pesta yang dihadiri oleh para pegawai dan kaki tangannya. Dalam serangan itu Camat Ciomas terbunuh. Kemudian sasaran lainnya adalah para pegawai pemerintah, para tuan tanah, para pedagang, dan lintah darat yang memeras mereka.
Selain di daerah Ciomas, pemberontakan juga terjadi di daerah Ciampea (1892). Segerombolan rakyat petani beramai-ramai datang ke tempat kediaman bupati Purwakarta (Jawa Barat). Mereka menyampaikan permohonan agar pemerintah turun tangan meringankan beban penarikan pajak yang dirasakan sangat berat oleh rakyat. Mereka juga menentang praktik-praktik pengukuran tanah yang dilakukan oleh pemerintah dengan cara tidak adil. Situasi pada tanah partikelir itu semakin bertambah gawat, maka polisi segera mengadakan penangkapan-penangkapan atau penggeledahan-penggeledahan, serta berhasil menyita beberapa senjata.
Di tanah partikelir di daerah Condet, Jakarta (Batavia) juga muncul kerusuhan pada tahun 1916. Kerusuhan itu dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang dipimpin oleh Entong Gendut. Mereka melakukan serangan terhadap tuan-tuan tanah yang pada saat itu sedang melangsungkan pertunjukkan topeng. Para perusuh berhasil masuk dan langsung mengadakan serangan ke tempat pertunjukkan itu dengan melemparkan batu. Bentrokan tidak dapat dielakkan lagi sehingga mengakibatkan Entong Gendut terbunuh, sedangkan para pengikutnya lari menyelamatkan diri.
Pada tahun 1924 terjadi pemberontakan di daerah Tangerang, yang dilakukan oleh sejumlah rakyat yang dipimpin oleh Kaiin. Mereka menyerbu kediaman tuan tanah, dan kemudian ke kediaman camat daerah itu. Selanjutnya mereka berupaya untuk dapat melakukan serbuan terhadap Jakarta (Batavia). Namun, serangan menuju ke Jakarta dihadang oleh pasukan polisi. Bentrokan tidak dapat dihindarkan, dan mengakibatkan sembilan orang rakyat terbunuh serta yang lainnya lari menyelamatkan diri.
Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi, seperti yang telah disebut-kan, memiliki sebab-sebab yang sama, yaitu menentang penindasan dan pemerasan yang dilakukan oleh penguasa. Rakyat menginginkan terjadinya perbaikan sistem dan keringanan beban. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila para pengikut gerakan itu sering digerakkan oleh para pemimpinnya atas dasar kepercayaan akan munculnya tokoh ratu adil berdasarkan keyakinan pada ajaran keagamaan.
Gerakan Ratu Adil Gerakan Ratu Adil merupakan suatu gerakan-rakyat yang muncul karena adanya kepercayaan akan datangnya seorang tokoh untuk membebaskan masyarakatnya dari segala bentuk penderitaan dan kesengsaraan. Tokoh itu digambarkan sebagai seorang ratu adil atau Imam Mahdi. Tokoh itu dipercaya oleh masyarakat sebagai juru selamat yang akan membebaskan masyarakat dari kesengsaraan dan penderitaan hidup. Tokoh-tokoh pemimpin dari gerakan itu biasanya mengaku menerima panggilan untuk menyelamatkan masyarakat dan membawanya kepada kehidupan yang sejahtera atau zaman keemasan.
Pada dasarnya orang yang menjadi pengikut dari gerakan itu memiliki kehendak untuk mengubah keadaan buruk yang sedang mereka alami. Biasanya keadaan yang mereka alami itu digambarkan dengan keadaan yang serba jelek atau tidak adanya keadilan, penuh dengan penderitaan dan juga banyak terjadinya penyelewengan sehingga menimbulkan kemiskinan. Oleh karena itu, mereka menghendaki agar keadaan yang serba jelek itu dimusnahkan dan diganti dengan keadaan yang penuh keadilan dan kemakmuran, sehingga tidak ada lagi pemerasan dan penindasan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat kepada masyarakat lainnya. Mengingat sifatnya yang ingin mengadakan perubahan, maka tidak jarang tindakannya sering dilakukan dengan cara radikal.
Harapan-harapan seperti itu sering diikuti oleh keadaan baru dalam bidang keagamaan dan bersamaan dengan itu muncul impian-impian akan kembalinya tata kehidupan yang pernah berlaku pada masa lampau. Mereka merindukan keberadaan kerajaan-kerajaan masa lampau seperti Kerajaan Majapahit, Mataram, Sriwijaya dan lain sebagainya. Kerajaan-kerajaan itu dipandang sebagai masa-masa keemasan bagi bangsa Indonesia. Sementara itu, mitos-mitos lama juga hidup kembali, yang diperkuat oleh ramalan-ramalan akan kembalinya zaman kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat pada masa yang akan datang. Dalam harapan-harapan itu tersalurkan dendam rakyat kepada para penguasa asing yang dianggap sebagai penyebab penderitaan dan kesengsaraan kehidupan mereka. Hal ini mengakibatkan gerakan ratu adil sering memusuhi orang-orang asing dan berusaha untuk mengusirnya.
Di samping itu, pengaruh lingkungan kehidupan Islam pada rakyat pedesaan cukup besar. Pengaruh itu terutama di dalam mengadakan reaksi terhadap pemerintahan Belanda. Sikap permusuhan terhadap penguasa asing dilakukan dengan cara kekerasan, yaitu dalam bentuk pemberontakan melawan penguasa. Api semangat Islam berkobar semenjak abad ke-19, yaitu ketika penguasa Barat semakin dalam kekuasaannya di wilayah Indonesia. Melalui ajaran agama, semangat untuk menentang kekuasaan pemerintah kolonial Belanda dapat dikobarkan. Kekuatan yang terhimpun dalam lingkungan kaum muslimin terpusat pada ajaran jihad atau perang sabil yang dibina di dalam pesantren-pesantren, serta ajaran-ajaran tarekat. Dalam hal ini, para kiyai menjadi pemimpin yang ampuh di dalam menggerakkan para pengikutnya.
Pada tahun 1903, muncul pemberontakan di Kabupaten Sidoarjo (Jawa Timur) yang dipimpin oleh Kyai Kasan Mukmin. la mengaku sebagai penerima wahyu dari Yang Maha Kuasa untuk memimpin rakyat di lingkungannya. la juga mengaku sebagai penjelmaan dari Imam Mahdi. Menurut pengakuannya, ia akan mendirikan kerajaan baru di pulau Jawa. Dalam kotbahnya, ia mengajak para pengikutnya untuk melakukan perang jihad melawan pemerintah kolonial Belanda. Pemberontakan itu berhasil dipadamkan oleh pasukan pemerintah kolonial Belanda. Pemberontakan itu ternyata berlatar belakang yang luas dan merupakan pelampiasan rasa dendam terhadap penguasa pemerintah kolonial Belanda.
Di desa Bendungan, di wilayah Karesidenan Kediri meletus pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh Dermojoyo (1907). Dalam gerakannya itu, Derrnojoyo mengaku mendapat wahyu untuk menjadi Ratu Adil, sehingga para pengikutnya harus bersedia melakukan perjuangan melawan musuh dan akan mengalami kemenangan besar. Akan tetapi pada suatu pertempuran yang terjadi antara pengikut Dermojoyo dengan pasukan Belanda, Dermojoyo terbunuh bersama dengan beberapa orang anak buahnya.
Selain gerakan-gerakan tersebut masih banyak peristiwa pemberontakan pada kekuasaan pemerintah kolonial Belanda dengan latar belakang munculnya seorang Ratu Adil.
Pergerakan Bersifat Agama. Gerakan keagamaan ini dilakukan oleh kelompok aliran agama. Munculnya gerakan ini akibat rasa tidak puas dan kebendan rakyat terhadap keadaan kehidupan pada masa itu. Kelompok ini meng-hendaki agar dilakukan perubahan terhadap tata kehidupan yang sedang berlaku, yaitu dari kehidupan yang dipandang jelek ke kehidupan yang lebih baik. Bahkan gerakan rakyat di daerah pedesaan merupakan suatu perwujudan sikap keagamaan yang mengandung rasa tidak puas terhadap keadaan hidup yang sedang mereka jalani.
Golongan penganut aliran keagamaan ini memandang bahwa pemerintah kolonial Belanda dan para pengikutnya merupakan lawannya. Mereka melakukan perlawanan terhadap kekuasaan yang telah mengekang kehidupannya. Kebencian terhadap Belanda dan golongan priyayi tertanam di dalam hati rakyat penganut aliran ini. Gerakan ini lebih menekankan pada kehidupan keagamaan dengan cara yang lebih ketat (gerakan pemurnian ajaran agama). Melalui pemurnian itu, para kyai berhasil mengobarkan semangat perjuangan rakyat di daerah pedesaan untuk menentang kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda.
Pada dasarnya, tujuan dari gerakan itu adalah untuk mewujudkan suatu kehidupan dunia yang penuh dengan kebahagiaan dan ketenteraman. Keadaan seperti itu dapat berwujud dalam bentuk kerajaan yang diperintah secara adil, damai, penuh kebahagiaan dan dalam masyarakat yang murni yang tidak dikotori oleh kaum penindas dan pemeras. Oleh karena itu, arah tujuan dari gerakan keagamaan adalah mengadakan perubahan dalam lingkungan kehidupannya.
Gerakan pemurnian dalam lingkungan agama Islam bersifat keras. Gerakan ini menganjurkan untuk menjalankan ibadah agama secara ketat kepada para pengikutnya dan mengajak untuk menentang kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda. Namun, mengingat sifat-sifat dari gerakan golongan keagamaan seperti itu, maka pemerintah kolonial Belanda menganggap bahwa gerakan itu merupakan suatu gerakan anti Belanda.
Pemberontakan-pemberontakan yang bersifat keagamaan pernah terjadi di daerah Banten Utara (1880) yang dilakukan oleh aliran Tarekat Naqsyaban-diah dan Qodariah. Di samping itu, juga muncul gerakan keagamaan yang dipimpin oleh Haji Mohammad Rifangi dari desa Kalisasak, daerah Karesi¬denan Pekalongan. Aliran yang dipimpinnya disebut aliran Budiah. Aliran Budiah menentang dengan keras keberadaan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda atas daerahnya. Akan tetapi setelah pemimpinnya tertangkap dan diasingkan keluar wilayah Pulau Jawa, maka gerakannya juga ikut lenyap.
B. PEMBENTUKAN IDENTITAS NASIONAL DAN TERBENTUKNYA NASIONALISME INDONESIA
1. Istilah Indonesia
a. Kronologi Penggunaan Istilah "Indonesia"
Penggunaan kata atau istilah "Indonesia" menjadi sangat penting di dalam pergerakan dan perjuangan bangsa Indonesia menghadapi kaum imperialis atau pemerintah kolonial Belanda dalam upaya mencapai kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia. Kata "Indonesia" telah dijadikan identitas nasional yang dapat mempersatukan seluruh pergerakan bangsa di dalam menentang kekuasaan pemerintah kolonial Belanda di wilayah Indonesia. Kata "Indonesia" juga telah menjadi perekat dan lambang perjuangan bangsa Indonesia.
Perjuangan dan pergerakan bangsa Indonesia, tidak lagi terbatas pada daerahnya masing-masing, tetapi untuk menegakkan Indonesia. Dengan demikian, kata "Indonesia" menjadi sangat penting bagi bangsa Indonesia, karena telah dapat mempersatukan seluruh perjuangan dan pergerakan dari bangsa Indonesia sendiri. Tidak lagi terdapat perjuangan dan pergerakan bangsa Jawa, bangsa Sumatera, bangsa Kalimantan, bangsa Sulawesi dan lain sebagainya, tetapi semua itu merupakan gerakan dan perjuangan seluruh bangsa Indonesia.
Sejak kapan istilah "Indonesia" itu dipergunakan? Siapakah yang kali pertama mempergunakan istilah "Indonesia"? Untuk memperoleh jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut hendaknya ditelusuri lebih jauh lagi. Akhirnya ditemukan bebarapa tokoh yang pernah mempergunakan istilah "Indonesia" di dalam tulisan-tulisannya. Tokoh-tokoh itu di antaranya:
• James Richardson Logan; adalah seorang pegawai pemerintah Inggris di Penang. Logan menyebutkan istilah "Indonesia" di dalam suatu tulisan pada majalah yang dipimpinnya. la mempergunakan istilah "Indonesia" untuk menye-but kepulauan dan penduduk Nusantara. la menulis istilah itu pada tahun 1850. Artikel yang ditulis oleh Logan tentang Indonesia, karena Indonesia memiliki potensi yang besar bagi Inggris, yaitu penduduknya yang cukup banyak dan dapat dijadikan sasaran di dalam perdagangan hasil-hasil industrinya. Juga wilayahnya sangat potensial untuk mendapatkan bahan mentah atau bahan baku untuk keperluan produksi industrinya.
• Earl G. Windsor; pada tahun 1850 di dalam media milik J.R. Logan, ia menyebutkan kata "Indonesia" bagi penduduk Nusantara. Dalam tulisannya. Earl Windsor menyatakan bahwa penduduk di kepulauan Nusantara memiliki potensi yang sangat besar di dalam perdagangan hasil industrinya, karena pada masa itu jumlah penduduk Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara.
• Adapun tokoh-tokoh lainnya yang mempopulerkan istilah "Indonesia" di dunia internasional seperti Adolf Bastian (1884), Van Volenhoven, Snouck Hurgronje, Kem, dan lain-lain.
Di samping tokoh-tokoh itu yang kali pertama mempopulerkan istilah "Indonesia", juga ada tokoh bangsa Indonesia pada masa pergerakan seperti tokoh-tokoh dari Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda. Dalam rapat umum yang dilaksanakan pada bulan Januari 1924, Perhimpunan Indonesia yang semula bernama Indische Vereeniging kemudian berganti menjadi Indonesische Vereeniging. Dengan nama "Indonesia" berarti telah menunjukkan sikap lebih kuat sebagai orang Indonesia dan bukan sebagai orang Hindia Belanda.
Perhimpunan Indonesia yang berdiri di negeri Belanda, juga mempunyai majalah sebagai alat komunikasi dan alat perjuangan. Nama majalahnya adalah Hindia Putra, kemudian berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Kata "Merdeka"itu mengandung ungkapan tentang tujuan dan usaha keras bangsa Indonesia untuk mencapainya. Indonesia Merdeka akan selalu menjadi semboyan perjuangannya. Merdeka adalah cita-cita umat manusia, yang setiap bangsa mempunyai keinginan kuat untuk dapat hidup bebas dan merdeka. Gagasan tentang kemerdekaan tidak ada bedanya antara perjuangan berbagai bangsa di dunia. Kemerdekaan merupakan cita-cita umat manusia dan bukan hanya cita-cita Barat. Oleh karena itu, seluruh bumi ini merupakan kuil bagi kemerdekaan.
Dengan demikian, Indonesische Vereeniging atau Perhimpunan Indonesia merupakan satu-satunya organisasi pergerakan bangsa Indonesia yang terus berjuang untuk memperkenalkan istilah "Indonesia" di mata dunia Internasional. Bahkan di dalam menghadapi kongres-kongres Liga Anti Imperialisme di Eropa selalu menggunakan kata "Indonesia" dalam organi-sasinya. Dalam perkembangan selanjutnya kata "Indonesia" dikukuhkan menjadi identitas nasional melalui Kongres Pemuda dengan pengucapan ikrar Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Istilah "Indonesia" tercantum dalam isi Sumpah Pemuda yaitu:
• Kami putra-putri Indonesia mengaku bertanah tumpah darah satu tanah air Indonesia,
• Kami putra-putri Indonesia mengaku berbangsa satu bangsa Indonesia,
• Kami putra-putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia.
Melalui Sumpah Pemuda itu, istilah "Indonesia" kemudian ditetapkan menjadi identitas nasional bangsa dan negara.
b. Kata "Indonesia" sebagai Identitas Kebangsaan (Nasional)
Sejak J.R. Logan menggunakan kata "Indonesia" untuk menyebut penduduk dan kepulauan Nusantara (1850), maka nama atau istilah "Indonesia" mulai dikenal. Bahkan beberapa tokoh berikutnya banyak yang menulis berbagai artikal tentang keberadaan Indonesia dan tidak lagi meng¬gunakan istilah "Hindia Belanda", melainkan menggunakan istilah "Indonesia".
Istilah "Indonesia" dijadikan sebagai nama organisasi para mahasiswa di negeri Belanda, yaitu Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia). Di samping itu, istilah "Indonesia" semakin bertambah popular dan diketahui oleh seluruh masyarakat Indonesia sejak ditetapkan dalam Sumpah Pemuda. Bahkan melalui Sumpah Pemuda itu, istilah "Indonesia" disebarluaskan ke segala penjuru tanah air. Oleh karena itu, penduduknya tidak lagi menyebut kepulauan Nusantara dengan sebutan Hindia Belanda, tetapi telah menyebut wilayahnya dengan sebutan Indonesia. Juga organisasi-organisasi yang berdiri pada masa berikutnya memakai nama, Indonesia sebagai identitasnya.
Dengan demikian, melalui Sumpah Pemuda kata Indonesia telah dijadikan sebagai identitas kebangsaan yang diakui oleh setiap suku bangsa, organisasi-organisasi pergerakan yang ada di Indonesia maupun yang bergerak di luar wilayah Indonesia. Kemudian kata "Indonesia" dikukuhkan kembali melalui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945).
2. Terbentuknya Nasionalisme Kebangsaan Indonesia
Kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia dapat menimbul-kan terbentuknya nasionalisme Indonesia. Di samping itu, masuknya paham-paham baru dari Barat berpengaruh besar terhadap cara-cara melawan pemerintah kolonial Belanda. Sejak awal abad ke-20 perjuangan dan perlawanan bangsa Indonesia sangat berbeda dengan perlawanan bangsa Indonesia pada abad-abad sebelumnya. Dengan demikian, terbentuknya nasionalisme tidak terlepas dari faktor-faktor di bawah ini.
a. Perkembangan Pendidikan
Penyelenggaraan pendidikan pada masa pemerintahan kolonial Belanda hanya untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja pada perkantoran-perkantoran milik pemerintah kolonial Belanda dengan gaji yang sangat rendah. Sebab untuk suatu perkerjaan administrasi yang sederhana terlalu mahal untuk dilaksanakan oleh seorang Belanda. Di samping gajinya besar, juga setelah beberapa tahun bekerja mereka berhak mengambil cuti untuk pulang ke negaranya atas tanggungan pemerintah Belanda.
Sementara itu, Indonesia sangat menderita akibat pelaksanaan Sistem Tanam Paksa. Penderitaan dan kesengsaraan tidak pernah meninggalkan kehidupan rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia diperas, dipaksa dan juga dikuras seluruh harta kekayaannya. Melihat keadaan seperti itu Van Deventer mengajukan pemikiran untuk membalas budi bangsa Indonesia, karena Belanda telah terbebas dari kesulitan keuangan. Van Deventer mengajukan tiga program yang kemudian lebih dikenal dengan Trilogi Van Deventer. Trilogi Van Deventer itu berisi tentang irigasi, edukasi, imigrasi.
Edukasi sebagai bagian dari trilogi Van Deventer memiliki peranan yang sangat penting di dalam menentukan nasib bangsa Indonesia di kemudian hari. Edukasi atau pendidikan diberikan untuk meningkatkan kepandaian/ kecerdasan penduduk di Indonesia, walaupun tujuan sebenarnya bukanlah untuk itu. Jumlah sekolah untuk kalangan kaum pribumi ditingkatkan. Di samping itu, kaum pribumi dari masyarakat Indonesia diberikan kesempatan untuk belajar di negeri Belanda. Juga di wilayah Indonesia didirikan lembaga tinggi bagi kaum pribumi seperti Sekolah Dokter (STOVIA) yang kemudian berkembang menjadi Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta, Sekolah Tinggi Teknik di Bandung, Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta. Sekolah-sekolah tersebut melahirkan sarjana-sarjana yang menjadi motor penggerak dari pergerakan nasional Indonesia. Sementara itu, alam politik di negeri Belanda lebih bebas jika dibandingkan dengan di Indonesia. Mereka yang sedang melanjutkan ke pendidikan tinggi di negeri Belanda juga menjadi motor penggerak dari pergerakan nasional Indonesia.
b. Diskriminasi
Diskriminasi dilaksanakan atau dikembangkan di alam penjajahan. Diskriminasi dilakukan untuk membedakan antara penguasa dengan yang dikuasainya. Akibat dari diskriminasi adalah terjadi perbedaan hidup yang mencolok antara penjajah dengan yang dijajah. Perbedaan-perbedaan itu sangat jelas tampak dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya.
Dalam bidang pendidikan terlihat dengan sangat jelas terjadinya diskriminasi, karena pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah Belanda pada saat itu dilatarbelakangi oleh sistem pelapisan sosial. Untuk pendidikan sekolah dasar dibedakan, yaitu untuk-untuk orang Belanda atau putra-putri pejabat dengan sekolahnya bernama ELS (Europeesche Logere School), untuk keturunan Cina didirikan sekolah HCS (Hollands Chinese School), dan untuk golongan menengah bangsa Indonesia didirikan sekolah HIS (Hollands Indische School). Ketiga sekolah itu menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar di dalam proses belajar mengajar, serta menjadi bahasa resmi pada sekolah-sekolah tersebut. Pada sekolah rakyat biasa (kaum pribumi) yang sering disebut dengan istilah inlander, didirikan sekolah dengan bahasa Melayu dan bahasa daerah sebagai bahasa perantara. Sedangkan untuk pendidikan keguruan, pemerintah kolonial Belanda mendirikan lembaga-lembaga kursus untuk guru dengan lama pendidikan dua tahun, tetapi ada juga yang empat tahun yang disebut dengan Normaal School dan yang enam tahun yang disebut dengan Kweek School. Namun secara politik, diskriminasi pendidikan itu mengarah kepada politik Devide et Impera (politik memecah belah).
Dalam kehidupan ekonomi, tampak dengan jelas adanya perbedaan-perbedaan, seperti seorang pegawai bangsa Belanda mendapat gaji dua kali lipat daripada pegawai yang berasal dari bangsa Indonesia, walaupun ke-dudukan maupun jabatannya sama. Salah satu alasannya adalah karena bangsa Belanda memiliki kebutuhan hidup lebih banyak sedangkan orang Indonesia dengan gajinya sedikit sudah dapat mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya. Juga dalam bidang perdagangan, bangsa Belanda mendapatkan fasilitas yang cukup, sehingga dengan mudah memperoleh keuntungan dalam bidang perdagangan. Untuk bangsa Cina sebagai golongan menengah juga mendapat kesempatan hidup yang lebih baik daripada bangsa Indonesia sedangkan bangsa Indonesia hanya memiliki lebih banyak kewajiban daripada haknya.
Mengenai tempat tinggal, terjadi pemisahan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya. Orang-orang Belanda bertempat tinggal di kota yang disebut dengan Europeesche Buurt (lingkungan Eropa), orang India di Kampung Keling, orang Arab di Kampung Pekojan, orang Cina di Kampung Pednan dan bangsa Indonesia tinggal di perkampungan pinggiran kota atau jauh di luar kota.
Akibat dari pendidikan, sosial dan ekonomi yang berbeda, maka budaya yang dilahirkan juga berbeda-berbeda. Hal ini terlihat dari ukuran rumah yang berbeda di antara ketiga lapisan itu. Di samping itu, masalah kebudaya-an juga terjadi perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin.
3. Nasionalisme Indonesia dan Perkembangan Nasionalisme di Asia Tenggara
Terbentuknya nasionalisme kebangsaan di Indonesia dipengaruhi oleh perkembangan paham-paham baru dari luar wilayah Indonesia seperti paharn nasionalisme. Paham nasionalisme ini muncul di beberapa negara di wilayah Asia maupun Afrika seperti di India, Cina, Jepang, negara-negara di Timur Tengah Mesir dan lain sebagainya.
Pergerakan nasional di India dimulai dengan kelahiran Partai Kongres (All Indian National Congres). Secara historis, bangsa Indonesia banyak menerima pengaruh dari India, sehingga kebangkitan nasionalisme India juga berpengaruh terhadap munculnya pergerakan nasional di Indonesia. Gerakan-gerakan nasionalisme yang sangat besar pengaruhnya terhadap pergerakan nasional di Indonesia seperti gerakan Swadesi oleh Mahatma Gandhi, Pendidikan Santiniketan oleh Rabindranath Tagore.
Kebangkitan nasionalisme Cina yang dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen menentang kekuasaan Dinasti Manchu sangat besar pengaruhnya terhadap pergerakan rakyat Indonesia. Setelah terbentuk Republik Nasionalis Cina tahun 1911, bangsa Cina yang berada di Indonesia mulai bergerak melawan penjajah. Di samping itu, gambar Sun Yat Sen menghiasi rumah-rumah bangsa Cina yang berada di Indonesia.
Jepang sebagai bangsa timur (bangsa Asia) telah berhasil membangkitkan semangat bangsa Asia. Kemenangan Jepang atas Rusia (1905) telah memberi-kan sinar terang yang tergambar sebagai matahari baru terbit dan juga telah dapat mempercepat lahirnya organisasi-organisasi pergerakan di Indonesia, seperti Budi Utomo (1908).
Di daerah Timur Tengah, negara yang besar pengaruhnya dalam modernisasi adalah Mesir, yang memiliki perguruan tinggi seperti Al-Azhar. Pandangan modern dari Mesir yang dikemukakan oleh Muhammad Abduh berpengaruh pada berdirinya organisasi-organisasi yang bersifat keagamaan di Indonesia, seperti munculnya Muhammadiyah. Kegiatan Muhammadiyah adalah dalam bidang pendidikan yang berlandaskan agama Islam. Namun secara politis, pergerakan nasional Indonesia banyak mendapat pengaruh dari gerakan Turki Muda yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Pasha. la ingin mengembangkan negerinya menjadi negara modern.
Dengan munculnya pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar/ mempercepat proses terbentuknya nasionalisme kebangsaan Indonesia. Nasionalisme kebangsaan ini merupakan senjata yang sangat ampuh di dalam menghadapi kekuasaan kolonialisme Belanda. Melalui nasionalisme kebang¬saan ini, bangsa Indonesia dapat dipersatukan untuk menghadapi kekuatan asing dan berjuang mencapai kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia.
1. Trasformasi Etnik
Sejak masuknya bangsa-bangsa Barat (Eropa) di wilayah Indonesia, pergerakan dan perjuangan bangsa dari berbagai daerah telah terjadi saat itu. Namun, pergerakan dan perjuangannya hanya terbatas pada wilayah kerajaannya atau membebaskan penduduknya dari penindasan bangsa-bangsa Barat tersebut. Gerakan ini juga dapat disebut dengan gerakan etnik atau suku bangsa, karena masing-masing daerah di wilayah Indonesia memiliki etnik-etnik yang berbeda dengan adat dan tradisi yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Perjuangan etnik-etnik di wilayah Indonesia berlangsung sangat lama. Hal ini disebabkan masing-masing etnik hanya mementingkan keselamatan dan kebebasan etniknya sendiri. Bahkan mereka belum memikirkan hubungan antara etnik yang satu dengan yang lainnya. Namun, dengan berkembangnya perlawanan seperti ini mempermudah dan mempercepat proses pendudukan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda terhadap wilayah-wilayah di seluruh Indonesia. Pemerintah kolonial Belanda dapat memanfaatkan etnik yang satu untuk menundukkan etnik yang lain. Misalnya pasukan Belanda mempergunakan pasukan yang berasal dari Jawa untuk melawan dan menundukkan penguasa-penguasa pribumi di daerah Sumatera, atau pasukan Belanda menjalin hubungan kerjasama dengan Kerajaan Bone di dalam menduduki Kerajaan Makassar. Oleh sebab itulah, pada abad ke-19 hampir seluruh wilayah Indonesia telah berada di bawah kekuasaan pemerintah kolonial Belanda.
Keberhasilan pemerintah kolonial Belanda menundukkan perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia di berbagai daerah di Indonesia, berpengaruh besar terhadap masalah keuangan kas negeri Belanda. Peperangan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda di wilayah Indonesia menelan biaya yang tidak sedikit. Masalah keuangan dari pemerintah Kerajaan Belanda juga disebabkan oleh keterlibatannya dalam perang koalisi di Eropa untuk menjatuhkan kekuasaan Napoleon Bonaparte. Kas negeri Belanda kosong, dan juga hutang-hutang negeri Belanda semakin membengkak. Untuk menanggulangi masalah keuangan itu, pemerintah Kerajaan Belanda mengangkat Van Den Bosch menjadi Gubernur Jenderal atas wilayah Indonesia.
Tugas utama Van Den Bosch adalah untuk mendayagunakan wilayah Indonesia/Hindia Belanda agar dapat memenuhi kas negeri Belanda dalam waktu yang singkat. Langkah yang ditempuhnya yaitu dengan menerapkan Sistem Tanam Paksa (cultuurstelsel). Van Den Bosch memerintahkan kepada rakyat Indonesia untuk menanam tanaman yang laku di pasaran Eropa. Jenis-jenis tanaman yang wajib ditanam oleh rakyat seperti kopi, teh, tebu, tembakau, kina, karet, cengkeh, pala dan lain sebagainya.
Melalui pelaksanaan Sistem Tanam Paksa itu, maka dalam waktu yang singkat keadaan keuangan negeri Belanda telah berhasil dipulihkan, bahkan mencapai lebih dari dua kali kas negeri Belanda sebelumnya. Namun keberhasilan pemerintah kolonial Belanda mengembalikan kas negeri Belanda dalam keadaan berlimpah, ternyata menyisakan penderitaan hidup bagi rakyat pribumi. Kesengsaraan dan penderitaan kehidupan rakyat terjadi di berbagai daerah.
Kesengsaraan dan penderitaan yang dialami oleh rakyat Indonesia/ berhasil menarik perhatian beberapa orang Belanda dari kalangan humanis dan liberal. Orang-orang Belanda itulah yang memperjuangkan kehidupan rakyat kepada pemerintah Kerajaan Belanda (di Eropa). Mereka berpandangan bahwa kejayaan yang berhasil dicapai oleh negeri Belanda itu merupakan hasil cucuran keringat emas bangsa Indonesia. Pemerintah Kerajaan Belanda memiliki kewajiban untuk membalas budi orang-orang Indonesia yang telah dipaksa bekerja agar tercapai dan terpenuhinya kas negeri Belanda yang kosong itu.
Kaum humanis dan kaum liberal mengusulkan kepada pemerintah Kerajaan Belanda untuk melaksanakan hal-hal yang dapat membantu kehidupan rakyat Indonesia, seperti membangun irigasi, menyelenggarakan perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain (imigrasi) dan menyelenggarakan pendidikan (edukasi). Ketiga hal itu lebih dikenal dengan sebutan Trilogi Van Deventer, karena dilaksanakan pada masa pemerintahan dan kekuasaan Gubernur Jenderal Van Deventer.
Khusus dalam bidang pendidikan (edukasi), pemerintah kolonial Belanda mendirikan sekolah-sekolah untuk kalangan pribumi. Walaupun tingkat sekolah itu disesuaikan dengan kedudukan seseorang di dalam masyarakat. Ternyata pemisah itu tidak dipandang begitu penting, karena kaum pribumi telah berhasil mendapatkan pengetahuan melalui sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Berkembangnya pengetahuan masyarakat Indonesia, memberikan dampak yang baik dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena di tengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang demikian itu muncul kalangan intelektual yang akan memperjuangkan kehidupan masyarakatnya. Kaum intelektual dari kaum pribumi ini mulai menyadari keberadaan kehidupan bangsanya di bawah kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Kesengsaraan dan penderitaan yang dialami oleh masyarakat Indonesia menjadi pendorong semangat untuk terus memperjuangkan dan membebaskan rakyat Indonesia dari berbagai bentuk penindasan dan pemerasan. Langkah-langkah yang yang ditempuh oleh kaum intelektual bangsa Indonesia, yaitu melalui pendirian organisasi-organisasi, baik yang bersifat sosial, budaya, ekonomi, maupun politik.
Di samping itu, perjuangan etnik-etnik yang berada di seluruh wilayah Indonesia, bukan saja dilakukan oleh kalangan etnik pribumi, tetapi juga muncul gerakan-gerakan etnik yang dilakukan oleh etnik-etnik asihg yang telah hidup dan menetap di wilayah Indonesia. Bahkan pada masa pergerakan nasional Indonesia, baik yang dilakukan oleh masyarakat pribumi maupun yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dari keturunan asing di Indonesia. Gerakan-gerakan yang pernah terjadi dalam menentang pemerintahan kolonial Belanda yang dilakukan oleh masyarakat keturunan seperti Cina, India, Arab
Munculnya gerakan nasionalisme di Cina yang dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen, berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan masyarakat keturunan Cina di Indonesia. Masyarakat keturunan Cina di Indonesia melakukan berbagai bentuk perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Perlawanan itu muncul sebagai akibat terbatasnya ruang gerak masyarakat Cina di Indonesia.
Berbagai bentuk usaha yang dibangun oleh masyarakat Cina di Indonesia, dibatasi oleh pemerintah kolonial Belanda. Terlebih lagi tekanan-tekanan yang diterima oleh masyarakat Cina pada masa itu mendorong munculnya perjuangan-perjuangan untuk membebaskan diri dari cengkeraman kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat keturunan Cina hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia, seperti yang terjadi di daerah Kalimantan Barat, Jawa Barat dan daerah-daerah lainnya di wilayah Indonesia.
Dengan demikian, perlawanan masyarakat keturunan Cina di wilayah Indonesia dapat mempengaruhi kedudukan pemerintah kolonial Belanda. Masyarakat keturunan Cina yang selalu dijadikan alat pemerasan terhadap penduduk pribumi, akhirnya berbalik memusuhi dan bahkan melakukan serangan terhadap kedudukan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia.
Gerakan Masyarakat Indonesia Keturunan Indo Belanda
Munculnya masyarakat keturunan Indo Belanda di Indonesia disebabkan terjadinya perkawinan antara orang Belanda dengan penduduk pribumi. Misalnya, laki-laki orang Belanda kawin dengan perempuan dari kalangan pribumi atau perempuan dari orang Belanda kawin dengan laki-laki dari kalangan pribumi. Melalui perkawinan itulah terlahir masyarakat yang disebut dengan Indo Belanda.
Pada masa pergerakan nasional Indonesia, orang-orang keturunan Indo Belanda melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Perlawanan yang dilakukannya itu disebabkan oleh pemerintah kolonial Belanda berlaku sewenang-wenang. Mereka mengalami kesulitan untuk bergabung dengan kelompok orang-orang Belanda di Indonesia. Sementara itu, kelompok Indo Belanda ini memiliki hubungan yang sangat dekat dengan masyarakat pribumi. Kedekatan hubungannya dengan masyarakat pribumi mengakibatkan kelompok Indo Belanda dapat mengetahui dengan jelas kehidupan yang dialami oleh masyarakat pribumi itu. Penindasan-penindasan atau penekanan-penekanan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda terhadap masyarakat pribumi Indonesia dengan jelas dapat mereka saksikan. Hal itulah yang mendorong mereka untuk turut serta berjuang menentang segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda terhadap masyarakat pribumi Indonesia.
Di antara orang-orang Indo Belanda itu menganggap bahwa daerah Indonesia telah menjadi daerahnya sendiri dan di antara mereka ada yang menganggap dirinya telah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia. Orang-orang Indo Belanda terus melakukan perjuangan untuk menentang berbagai tindakan yang menekan pemerintah kolonial Belanda. Hal ini dengan jelas dapat dilihat pada organisasi Indische Partij yang didirikan oleh Douwes Dekker di Bandung. Pendirian itu bersama-sama orang-orang dari kalangan pribumi seperti, Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat.
Di samping etnik-etnik tersebut, juga terdapat perlawanan yang dilakukan oleh etnik Arab dan India dalam menentang kekuasaan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. Sehingga hampir seluruh etnis keturunan asing yang berada di wilayah Indonesia melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Perlawanan dari etnik-etnik tidak dapat menyingkirkan kedudukan dan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. Walaupun demikian, perlawanan yang dilakukan oleh etnik-etnik dari bangsa Indonesia maupun etnik keturunan asing di wilayah Indonesia telah turut mewarnai perjuangan bangsa Indonesia di dalam menentang kekuasaan Belanda di wilayah Indonesia.
Sejak tahun 1908, terjadi perubahan dalam pergerakan bangsa Indonesia, perlawanan-perlawanan yang bersifat etnik mulai ditinggalkan dan mereka terus mengupayakan terwujudnya persatuan dan kesatuan di antara etnik-etnik yang ada di wilayah Indonesia untuk menentang kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Organisasi-organisasi pergerakan yang bersifat nasional mulai bermunculan di wilayah Indonesia. Bahkan perlawanan yang bersifat etnik benar-benar telah ditinggalkan, yaitu dengan diwujudkannya Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928) yang mengucapkan ikrar tentang persatuan dan kesatuan Indonesia dalam segala bidang. Sebab, dengan terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, dengan mudah dapat menying¬kirkan kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda dari bumi Indonesia.
2. Pergerakan Bersifat Kedaerahan
Sejak masuknya kekuasaan bangsa Barat (Eropa) ke wilayah Indonesia, telah membawa perubahan dan bahkan menyebabkan terjadinya keguncangan dalam kehidupan rakyat Indonesia. Pada awal abad ke-19, penguasa peme¬rintah kolonial Belanda di wilayah Indonesia mulai mengadakan pembaharu-an pada politik kolonial. Pembaharuan dalam bidang politik pemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda merupakan awal dari praktek dari sistem ekonomi baru. Namun, sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda itu muncul berbagai perubahan tatanan kehidupan di kalangan rakyat pribumi yaitu rakyat Indonesia.
Sementara itu, tindakan untuk menghapuskan kedudukan yang didasarkan pada adat penguasa pribumi dan kemudian dijadikan pegawai pemerintah, telah meruntuhkan kewibawaan penguasa tradisional. Kedudukannya semakin merosot, bahkan secara administratif para bupati atau penguasa pribumi lainnya adalah pegawai pemerintah kolonial Beianda yang ditempatkan di bawah pengawasan pemerintahannya. Hubungan rakyat dengan para bupati hanya terbatas pada urusan administrasi dan pemungutan pajak. Hak-hak yang diberikan oleh adat telah hilang, kepemilikan tanah lungguh atau tanah jabatan dihapuskan dan diganti dengan gaji. Upacara dan tata cara yang berlaku di istana kerajaan juga disederhanakan. Dengan demikian ikatan tradisi dalam kehidupan kaum pribumi menjadi sangat lemah.
Dengan masuknya ekonomi uang, maka beban rakyat semakin bertambah berat. Hal ini disebabkan adanya uang sebagai alat tukar yang disahkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada saat itu. Peredaran mata uang itu, juga dapat mempermudah pelaksanaan pemungu-tan pajak, seperti peningkatan perda-gangan hasil bumi, lahirnya buruh upahan, serta masalah kepemilikan tanah dan penggarapannya. Sistem penyewaan tanah dan praktik-praktik kerja paksa telah merusakkan sendi-sendi kehidupan masyarakat di daerah pedesaan. Praktik-praktik pemerasan dan penindasan yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan pemu-ngutan pajak, kerja paksa, penyewaan tanah dan penyelewengan-penyelewengan lainnya telah menjadikan rakyat di daerah pedesaan menjadi lemah. Mereka tidak memiliki tempat untuk berlindung dan tempat untuk menyatakan keberatan-keberatan yang dirasakannya.
Dalam menghadapi pengaruh kekuasaan Barat yang menyebabkan munculnya penderitaan hidup, ternyata masyarakat yang berada di daerah-daerah pedesaan memiliki cara tersendiri untuk melawannya. Cara itu diwujudkan dalam bentuk gerakan sosial, yang dalam perwujudannya merupakan gerakan untuk menentang atau memprotes kepada pihak-pihak penguasa, baik penguasa pemerintah kolonial Belanda maupun penguasa setempat atau penguasa pribumi yang dianggap menjadi penyebab munculnya kesengsaraan dan penderitaan. Sifat gerakannya sangat sederhana dan tidak tersusun rapi seperti organisasi modern. Dalam menjalankan aksinya tidak didasarkan kepada rencana atau program yang ingin dituju.
Oleh sebab itu, setiap pemberontakan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia di berbagai daerah dengan mudah dapat ditindas oleh pihak pemerintah kolonial Belanda. Pada umumnya pergerakan-pergerakan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat pedesaan tidak berumur panjang dan spontanitas. Pergerakan ini dengan cepat berakhir, apabila pemimpinnya telah ditahan atau ditangkap. Gerakan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut bersifat kedaerahan, karena tidak memiliki hubungan kerjasama dengan daerah-daerah lainnya. Aksi-aksi gerakan tidak meluas seperti yang terjadi pada perlawanan-perlawanan besar yaitu Perang Diponegoro, Perang Aceh atau perlawanan-perlawanan lainnya. Aksi yang dilakukan oleh kelompok tersebut diwujudkan dalam bentuk kerusuhan, huru-hara dan gangguan-gangguan ketenteraman.
Gerakan dari masyarakat tersebut sangat tradisional. Bahkan tujuan gerakan sering kabur dan tidak seperti tujuan yang dilakukan oleh gerakan-gerakan suatu organisasi politik. Kalau pergerakan politik mempunyai tujuan yang jelas dan juga pengikutnya memiliki gambaran tentang masyarakat yang menjadi tujuannya, pengikut gerakan masyarakat yang bersifat ke¬daerahan ini hanya memiliki harapan-harapan akan datangnya keadaan yang tenteram, adil dan makmur. Akan tetapi mereka tidak tahu caranya untuk mencapai keadaan yang diharapkan itu, sehingga mereka selalu berharap akan datangnya tokoh-tokoh juru selamat atau ratu adil yang akan membawa jaman keemasan seperti yang mereka impikan. Oleh karena itulah, gerakan masyarakat selalu didasari oleh suatu kepercayaan keagamaan dan kepercayaan untuk membangun serangan menentang kekuasaan dan pengaruh Barat.
Sepanjang abad ke-19 dan awal abad ke-20 telah terjadi gerakan masyarakat pada daerah-daerah di seluruh wilayah Indonesia. Hampir setiap daerah mengenal munculnya gerakan sendiri dan lahirnya gerakan itu sebagai bukti bahwa masyarakat pada daerah-daerah tidak tinggal diam dalam meng-hadapi gerakan yang ditimbulkan oleh penjajah. Walaupun perlawanan-perlawanan besar telah dapat ditindas, namun bukan berarti rakyat Indonesia telah patah semangat. Bahkan melalui gerakan sosial dari masyarakat di daerah pedesaan masih memiliki kekuatan untuk menentang kekuasaan Barat dengan caranya sendiri.
Dalam realita sosial gerakan dari masyarakat tersebut dapat dibedakan atas gerakan melawan pemerasan, gerakan ratu adil dan lain-lain.
Gerakan Melawan Pemerasan. Gerakan rakyat melawan pemerasan banyak terjadi di daerah atau di tanah partikelir (swasta). Bahkan sepanjang abad ke-19, di daerah-daerah seperti itu terjadi pergolakan rakyat menentang para penindas. Sampai awal abad ke-20, kerusuhan-kerusuhan seperti itu masih terus berlangsung. Hampir semua kerusuhan yang terjadi di tanah partikelir disebabkan oleh adanya pemungutan pajak yang tinggi dan beban pengerahan tenaga kerja paksa yang sangat berat. Kerusuhan-kerusuhan itu dilakukan oleh petani di daerah pedesaan. Mereka memberontak karena merasa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh para penguasa sudah di luar batas serta banyak didorong oleh perasaan dendam dan bend kepada para penguasa.
Daerah-daerah yang banyak terdapat tanah partikelir yaitu di sekitar Jakarta, antara Jakarta dengan Bogor, Banten, Karawang, Cirebon, Semarang, Surabaya dan lain-lain. Munculnya tanah partikelir pada daerah-daerah itu sebagai akibat terjadinya praktik penjualan tanah yang dilakukan oleh orang-orang Belanda sejak dari zaman VOC hingga abad ke-19.
Tanah-tanah partikelir itu banyak dikuasai oleh orang-orang asing seperti orang-orang Eropa, orang-orang Tionghoa dan lain sebagainya. Mereka menjadi tuan-tuan tanah, dengan menguasai seluruh yang ada pada tanah tersebut, termasuk orang yang bertempat tinggal pada daerah yang dikuasainya itu. Sebagai penguasa atas tanah itu, mereka mempunyai hak untuk menuntut penyerahan tenaga dan hasil bumi dari semua penghuninya. Bahkan tuan-tuan tanah dapat meminta apa saja yang mereka kehendaki.
Sementara itu, pemerintah mempunyai hak untuk mengawasi daerah tersebut, tetapi di dalam prakteknya, pemerintah tidak dapat mencegah praktek-praktek penindasan dan perbudakan yang dilakukan oleh tuan-tuan tanah. Pemerintah yang berkuasa pada waktu itu terlalu lemah dan tidak dapat bertindak tegas terhadap segala bentuk perbuatan yang dilakukan oleh para tuan tanah. Berbagai aturan telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk melindungi penduduk dari segala bentuk tindakan yang memberatkan. Namun tidak berhasil karena tindakan sewenang-wenang dari tuan tanah masih tetap dilakukannya. Oleh karena itulah, pada tanah-tanah partikelir selalu dan sering terjadi kenisuhan. Kerusuhan itu terjadi pada saat pemungutan cuke (pajak), sehingga dikenal dengan Kerusuhan Cuke. Kerusuhan seperti ini sering terjadi seperti di daerah Candi Udik (1845), Ciomas (1886), dan Ciampea (1892).
Penduduk di daerah partikelir Ciomas yang terletak di lereng gunung Salak (Jawa Barat) telah lama rnengalami beban berat akibat pembayaran pajak, kerja rodi, penyerahan hasil bumi, dan masalah perbudakan. Hal ini menirnbulkan kesengsaraan dan penderitaan rakyat di daerah itu. Oleh karena itu, rasa tidak puas semakin memuncak dan meletuslah pemberontakan terbuka tahun 1886 di bawah pimpinan Mohammad Idris. Serangan itu dilakukan secara kebetulan, ketika tuan tanah sedang menyelenggarakan pesta yang dihadiri oleh para pegawai dan kaki tangannya. Dalam serangan itu Camat Ciomas terbunuh. Kemudian sasaran lainnya adalah para pegawai pemerintah, para tuan tanah, para pedagang, dan lintah darat yang memeras mereka.
Selain di daerah Ciomas, pemberontakan juga terjadi di daerah Ciampea (1892). Segerombolan rakyat petani beramai-ramai datang ke tempat kediaman bupati Purwakarta (Jawa Barat). Mereka menyampaikan permohonan agar pemerintah turun tangan meringankan beban penarikan pajak yang dirasakan sangat berat oleh rakyat. Mereka juga menentang praktik-praktik pengukuran tanah yang dilakukan oleh pemerintah dengan cara tidak adil. Situasi pada tanah partikelir itu semakin bertambah gawat, maka polisi segera mengadakan penangkapan-penangkapan atau penggeledahan-penggeledahan, serta berhasil menyita beberapa senjata.
Di tanah partikelir di daerah Condet, Jakarta (Batavia) juga muncul kerusuhan pada tahun 1916. Kerusuhan itu dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang dipimpin oleh Entong Gendut. Mereka melakukan serangan terhadap tuan-tuan tanah yang pada saat itu sedang melangsungkan pertunjukkan topeng. Para perusuh berhasil masuk dan langsung mengadakan serangan ke tempat pertunjukkan itu dengan melemparkan batu. Bentrokan tidak dapat dielakkan lagi sehingga mengakibatkan Entong Gendut terbunuh, sedangkan para pengikutnya lari menyelamatkan diri.
Pada tahun 1924 terjadi pemberontakan di daerah Tangerang, yang dilakukan oleh sejumlah rakyat yang dipimpin oleh Kaiin. Mereka menyerbu kediaman tuan tanah, dan kemudian ke kediaman camat daerah itu. Selanjutnya mereka berupaya untuk dapat melakukan serbuan terhadap Jakarta (Batavia). Namun, serangan menuju ke Jakarta dihadang oleh pasukan polisi. Bentrokan tidak dapat dihindarkan, dan mengakibatkan sembilan orang rakyat terbunuh serta yang lainnya lari menyelamatkan diri.
Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi, seperti yang telah disebut-kan, memiliki sebab-sebab yang sama, yaitu menentang penindasan dan pemerasan yang dilakukan oleh penguasa. Rakyat menginginkan terjadinya perbaikan sistem dan keringanan beban. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila para pengikut gerakan itu sering digerakkan oleh para pemimpinnya atas dasar kepercayaan akan munculnya tokoh ratu adil berdasarkan keyakinan pada ajaran keagamaan.
Gerakan Ratu Adil Gerakan Ratu Adil merupakan suatu gerakan-rakyat yang muncul karena adanya kepercayaan akan datangnya seorang tokoh untuk membebaskan masyarakatnya dari segala bentuk penderitaan dan kesengsaraan. Tokoh itu digambarkan sebagai seorang ratu adil atau Imam Mahdi. Tokoh itu dipercaya oleh masyarakat sebagai juru selamat yang akan membebaskan masyarakat dari kesengsaraan dan penderitaan hidup. Tokoh-tokoh pemimpin dari gerakan itu biasanya mengaku menerima panggilan untuk menyelamatkan masyarakat dan membawanya kepada kehidupan yang sejahtera atau zaman keemasan.
Pada dasarnya orang yang menjadi pengikut dari gerakan itu memiliki kehendak untuk mengubah keadaan buruk yang sedang mereka alami. Biasanya keadaan yang mereka alami itu digambarkan dengan keadaan yang serba jelek atau tidak adanya keadilan, penuh dengan penderitaan dan juga banyak terjadinya penyelewengan sehingga menimbulkan kemiskinan. Oleh karena itu, mereka menghendaki agar keadaan yang serba jelek itu dimusnahkan dan diganti dengan keadaan yang penuh keadilan dan kemakmuran, sehingga tidak ada lagi pemerasan dan penindasan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat kepada masyarakat lainnya. Mengingat sifatnya yang ingin mengadakan perubahan, maka tidak jarang tindakannya sering dilakukan dengan cara radikal.
Harapan-harapan seperti itu sering diikuti oleh keadaan baru dalam bidang keagamaan dan bersamaan dengan itu muncul impian-impian akan kembalinya tata kehidupan yang pernah berlaku pada masa lampau. Mereka merindukan keberadaan kerajaan-kerajaan masa lampau seperti Kerajaan Majapahit, Mataram, Sriwijaya dan lain sebagainya. Kerajaan-kerajaan itu dipandang sebagai masa-masa keemasan bagi bangsa Indonesia. Sementara itu, mitos-mitos lama juga hidup kembali, yang diperkuat oleh ramalan-ramalan akan kembalinya zaman kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat pada masa yang akan datang. Dalam harapan-harapan itu tersalurkan dendam rakyat kepada para penguasa asing yang dianggap sebagai penyebab penderitaan dan kesengsaraan kehidupan mereka. Hal ini mengakibatkan gerakan ratu adil sering memusuhi orang-orang asing dan berusaha untuk mengusirnya.
Di samping itu, pengaruh lingkungan kehidupan Islam pada rakyat pedesaan cukup besar. Pengaruh itu terutama di dalam mengadakan reaksi terhadap pemerintahan Belanda. Sikap permusuhan terhadap penguasa asing dilakukan dengan cara kekerasan, yaitu dalam bentuk pemberontakan melawan penguasa. Api semangat Islam berkobar semenjak abad ke-19, yaitu ketika penguasa Barat semakin dalam kekuasaannya di wilayah Indonesia. Melalui ajaran agama, semangat untuk menentang kekuasaan pemerintah kolonial Belanda dapat dikobarkan. Kekuatan yang terhimpun dalam lingkungan kaum muslimin terpusat pada ajaran jihad atau perang sabil yang dibina di dalam pesantren-pesantren, serta ajaran-ajaran tarekat. Dalam hal ini, para kiyai menjadi pemimpin yang ampuh di dalam menggerakkan para pengikutnya.
Pada tahun 1903, muncul pemberontakan di Kabupaten Sidoarjo (Jawa Timur) yang dipimpin oleh Kyai Kasan Mukmin. la mengaku sebagai penerima wahyu dari Yang Maha Kuasa untuk memimpin rakyat di lingkungannya. la juga mengaku sebagai penjelmaan dari Imam Mahdi. Menurut pengakuannya, ia akan mendirikan kerajaan baru di pulau Jawa. Dalam kotbahnya, ia mengajak para pengikutnya untuk melakukan perang jihad melawan pemerintah kolonial Belanda. Pemberontakan itu berhasil dipadamkan oleh pasukan pemerintah kolonial Belanda. Pemberontakan itu ternyata berlatar belakang yang luas dan merupakan pelampiasan rasa dendam terhadap penguasa pemerintah kolonial Belanda.
Di desa Bendungan, di wilayah Karesidenan Kediri meletus pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh Dermojoyo (1907). Dalam gerakannya itu, Derrnojoyo mengaku mendapat wahyu untuk menjadi Ratu Adil, sehingga para pengikutnya harus bersedia melakukan perjuangan melawan musuh dan akan mengalami kemenangan besar. Akan tetapi pada suatu pertempuran yang terjadi antara pengikut Dermojoyo dengan pasukan Belanda, Dermojoyo terbunuh bersama dengan beberapa orang anak buahnya.
Selain gerakan-gerakan tersebut masih banyak peristiwa pemberontakan pada kekuasaan pemerintah kolonial Belanda dengan latar belakang munculnya seorang Ratu Adil.
Pergerakan Bersifat Agama. Gerakan keagamaan ini dilakukan oleh kelompok aliran agama. Munculnya gerakan ini akibat rasa tidak puas dan kebendan rakyat terhadap keadaan kehidupan pada masa itu. Kelompok ini meng-hendaki agar dilakukan perubahan terhadap tata kehidupan yang sedang berlaku, yaitu dari kehidupan yang dipandang jelek ke kehidupan yang lebih baik. Bahkan gerakan rakyat di daerah pedesaan merupakan suatu perwujudan sikap keagamaan yang mengandung rasa tidak puas terhadap keadaan hidup yang sedang mereka jalani.
Golongan penganut aliran keagamaan ini memandang bahwa pemerintah kolonial Belanda dan para pengikutnya merupakan lawannya. Mereka melakukan perlawanan terhadap kekuasaan yang telah mengekang kehidupannya. Kebencian terhadap Belanda dan golongan priyayi tertanam di dalam hati rakyat penganut aliran ini. Gerakan ini lebih menekankan pada kehidupan keagamaan dengan cara yang lebih ketat (gerakan pemurnian ajaran agama). Melalui pemurnian itu, para kyai berhasil mengobarkan semangat perjuangan rakyat di daerah pedesaan untuk menentang kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda.
Pada dasarnya, tujuan dari gerakan itu adalah untuk mewujudkan suatu kehidupan dunia yang penuh dengan kebahagiaan dan ketenteraman. Keadaan seperti itu dapat berwujud dalam bentuk kerajaan yang diperintah secara adil, damai, penuh kebahagiaan dan dalam masyarakat yang murni yang tidak dikotori oleh kaum penindas dan pemeras. Oleh karena itu, arah tujuan dari gerakan keagamaan adalah mengadakan perubahan dalam lingkungan kehidupannya.
Gerakan pemurnian dalam lingkungan agama Islam bersifat keras. Gerakan ini menganjurkan untuk menjalankan ibadah agama secara ketat kepada para pengikutnya dan mengajak untuk menentang kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda. Namun, mengingat sifat-sifat dari gerakan golongan keagamaan seperti itu, maka pemerintah kolonial Belanda menganggap bahwa gerakan itu merupakan suatu gerakan anti Belanda.
Pemberontakan-pemberontakan yang bersifat keagamaan pernah terjadi di daerah Banten Utara (1880) yang dilakukan oleh aliran Tarekat Naqsyaban-diah dan Qodariah. Di samping itu, juga muncul gerakan keagamaan yang dipimpin oleh Haji Mohammad Rifangi dari desa Kalisasak, daerah Karesi¬denan Pekalongan. Aliran yang dipimpinnya disebut aliran Budiah. Aliran Budiah menentang dengan keras keberadaan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda atas daerahnya. Akan tetapi setelah pemimpinnya tertangkap dan diasingkan keluar wilayah Pulau Jawa, maka gerakannya juga ikut lenyap.
B. PEMBENTUKAN IDENTITAS NASIONAL DAN TERBENTUKNYA NASIONALISME INDONESIA
1. Istilah Indonesia
a. Kronologi Penggunaan Istilah "Indonesia"
Penggunaan kata atau istilah "Indonesia" menjadi sangat penting di dalam pergerakan dan perjuangan bangsa Indonesia menghadapi kaum imperialis atau pemerintah kolonial Belanda dalam upaya mencapai kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia. Kata "Indonesia" telah dijadikan identitas nasional yang dapat mempersatukan seluruh pergerakan bangsa di dalam menentang kekuasaan pemerintah kolonial Belanda di wilayah Indonesia. Kata "Indonesia" juga telah menjadi perekat dan lambang perjuangan bangsa Indonesia.
Perjuangan dan pergerakan bangsa Indonesia, tidak lagi terbatas pada daerahnya masing-masing, tetapi untuk menegakkan Indonesia. Dengan demikian, kata "Indonesia" menjadi sangat penting bagi bangsa Indonesia, karena telah dapat mempersatukan seluruh perjuangan dan pergerakan dari bangsa Indonesia sendiri. Tidak lagi terdapat perjuangan dan pergerakan bangsa Jawa, bangsa Sumatera, bangsa Kalimantan, bangsa Sulawesi dan lain sebagainya, tetapi semua itu merupakan gerakan dan perjuangan seluruh bangsa Indonesia.
Sejak kapan istilah "Indonesia" itu dipergunakan? Siapakah yang kali pertama mempergunakan istilah "Indonesia"? Untuk memperoleh jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut hendaknya ditelusuri lebih jauh lagi. Akhirnya ditemukan bebarapa tokoh yang pernah mempergunakan istilah "Indonesia" di dalam tulisan-tulisannya. Tokoh-tokoh itu di antaranya:
• James Richardson Logan; adalah seorang pegawai pemerintah Inggris di Penang. Logan menyebutkan istilah "Indonesia" di dalam suatu tulisan pada majalah yang dipimpinnya. la mempergunakan istilah "Indonesia" untuk menye-but kepulauan dan penduduk Nusantara. la menulis istilah itu pada tahun 1850. Artikel yang ditulis oleh Logan tentang Indonesia, karena Indonesia memiliki potensi yang besar bagi Inggris, yaitu penduduknya yang cukup banyak dan dapat dijadikan sasaran di dalam perdagangan hasil-hasil industrinya. Juga wilayahnya sangat potensial untuk mendapatkan bahan mentah atau bahan baku untuk keperluan produksi industrinya.
• Earl G. Windsor; pada tahun 1850 di dalam media milik J.R. Logan, ia menyebutkan kata "Indonesia" bagi penduduk Nusantara. Dalam tulisannya. Earl Windsor menyatakan bahwa penduduk di kepulauan Nusantara memiliki potensi yang sangat besar di dalam perdagangan hasil industrinya, karena pada masa itu jumlah penduduk Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara.
• Adapun tokoh-tokoh lainnya yang mempopulerkan istilah "Indonesia" di dunia internasional seperti Adolf Bastian (1884), Van Volenhoven, Snouck Hurgronje, Kem, dan lain-lain.
Di samping tokoh-tokoh itu yang kali pertama mempopulerkan istilah "Indonesia", juga ada tokoh bangsa Indonesia pada masa pergerakan seperti tokoh-tokoh dari Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda. Dalam rapat umum yang dilaksanakan pada bulan Januari 1924, Perhimpunan Indonesia yang semula bernama Indische Vereeniging kemudian berganti menjadi Indonesische Vereeniging. Dengan nama "Indonesia" berarti telah menunjukkan sikap lebih kuat sebagai orang Indonesia dan bukan sebagai orang Hindia Belanda.
Perhimpunan Indonesia yang berdiri di negeri Belanda, juga mempunyai majalah sebagai alat komunikasi dan alat perjuangan. Nama majalahnya adalah Hindia Putra, kemudian berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Kata "Merdeka"itu mengandung ungkapan tentang tujuan dan usaha keras bangsa Indonesia untuk mencapainya. Indonesia Merdeka akan selalu menjadi semboyan perjuangannya. Merdeka adalah cita-cita umat manusia, yang setiap bangsa mempunyai keinginan kuat untuk dapat hidup bebas dan merdeka. Gagasan tentang kemerdekaan tidak ada bedanya antara perjuangan berbagai bangsa di dunia. Kemerdekaan merupakan cita-cita umat manusia dan bukan hanya cita-cita Barat. Oleh karena itu, seluruh bumi ini merupakan kuil bagi kemerdekaan.
Dengan demikian, Indonesische Vereeniging atau Perhimpunan Indonesia merupakan satu-satunya organisasi pergerakan bangsa Indonesia yang terus berjuang untuk memperkenalkan istilah "Indonesia" di mata dunia Internasional. Bahkan di dalam menghadapi kongres-kongres Liga Anti Imperialisme di Eropa selalu menggunakan kata "Indonesia" dalam organi-sasinya. Dalam perkembangan selanjutnya kata "Indonesia" dikukuhkan menjadi identitas nasional melalui Kongres Pemuda dengan pengucapan ikrar Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Istilah "Indonesia" tercantum dalam isi Sumpah Pemuda yaitu:
• Kami putra-putri Indonesia mengaku bertanah tumpah darah satu tanah air Indonesia,
• Kami putra-putri Indonesia mengaku berbangsa satu bangsa Indonesia,
• Kami putra-putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia.
Melalui Sumpah Pemuda itu, istilah "Indonesia" kemudian ditetapkan menjadi identitas nasional bangsa dan negara.
b. Kata "Indonesia" sebagai Identitas Kebangsaan (Nasional)
Sejak J.R. Logan menggunakan kata "Indonesia" untuk menyebut penduduk dan kepulauan Nusantara (1850), maka nama atau istilah "Indonesia" mulai dikenal. Bahkan beberapa tokoh berikutnya banyak yang menulis berbagai artikal tentang keberadaan Indonesia dan tidak lagi meng¬gunakan istilah "Hindia Belanda", melainkan menggunakan istilah "Indonesia".
Istilah "Indonesia" dijadikan sebagai nama organisasi para mahasiswa di negeri Belanda, yaitu Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia). Di samping itu, istilah "Indonesia" semakin bertambah popular dan diketahui oleh seluruh masyarakat Indonesia sejak ditetapkan dalam Sumpah Pemuda. Bahkan melalui Sumpah Pemuda itu, istilah "Indonesia" disebarluaskan ke segala penjuru tanah air. Oleh karena itu, penduduknya tidak lagi menyebut kepulauan Nusantara dengan sebutan Hindia Belanda, tetapi telah menyebut wilayahnya dengan sebutan Indonesia. Juga organisasi-organisasi yang berdiri pada masa berikutnya memakai nama, Indonesia sebagai identitasnya.
Dengan demikian, melalui Sumpah Pemuda kata Indonesia telah dijadikan sebagai identitas kebangsaan yang diakui oleh setiap suku bangsa, organisasi-organisasi pergerakan yang ada di Indonesia maupun yang bergerak di luar wilayah Indonesia. Kemudian kata "Indonesia" dikukuhkan kembali melalui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945).
2. Terbentuknya Nasionalisme Kebangsaan Indonesia
Kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia dapat menimbul-kan terbentuknya nasionalisme Indonesia. Di samping itu, masuknya paham-paham baru dari Barat berpengaruh besar terhadap cara-cara melawan pemerintah kolonial Belanda. Sejak awal abad ke-20 perjuangan dan perlawanan bangsa Indonesia sangat berbeda dengan perlawanan bangsa Indonesia pada abad-abad sebelumnya. Dengan demikian, terbentuknya nasionalisme tidak terlepas dari faktor-faktor di bawah ini.
a. Perkembangan Pendidikan
Penyelenggaraan pendidikan pada masa pemerintahan kolonial Belanda hanya untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja pada perkantoran-perkantoran milik pemerintah kolonial Belanda dengan gaji yang sangat rendah. Sebab untuk suatu perkerjaan administrasi yang sederhana terlalu mahal untuk dilaksanakan oleh seorang Belanda. Di samping gajinya besar, juga setelah beberapa tahun bekerja mereka berhak mengambil cuti untuk pulang ke negaranya atas tanggungan pemerintah Belanda.
Sementara itu, Indonesia sangat menderita akibat pelaksanaan Sistem Tanam Paksa. Penderitaan dan kesengsaraan tidak pernah meninggalkan kehidupan rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia diperas, dipaksa dan juga dikuras seluruh harta kekayaannya. Melihat keadaan seperti itu Van Deventer mengajukan pemikiran untuk membalas budi bangsa Indonesia, karena Belanda telah terbebas dari kesulitan keuangan. Van Deventer mengajukan tiga program yang kemudian lebih dikenal dengan Trilogi Van Deventer. Trilogi Van Deventer itu berisi tentang irigasi, edukasi, imigrasi.
Edukasi sebagai bagian dari trilogi Van Deventer memiliki peranan yang sangat penting di dalam menentukan nasib bangsa Indonesia di kemudian hari. Edukasi atau pendidikan diberikan untuk meningkatkan kepandaian/ kecerdasan penduduk di Indonesia, walaupun tujuan sebenarnya bukanlah untuk itu. Jumlah sekolah untuk kalangan kaum pribumi ditingkatkan. Di samping itu, kaum pribumi dari masyarakat Indonesia diberikan kesempatan untuk belajar di negeri Belanda. Juga di wilayah Indonesia didirikan lembaga tinggi bagi kaum pribumi seperti Sekolah Dokter (STOVIA) yang kemudian berkembang menjadi Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta, Sekolah Tinggi Teknik di Bandung, Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta. Sekolah-sekolah tersebut melahirkan sarjana-sarjana yang menjadi motor penggerak dari pergerakan nasional Indonesia. Sementara itu, alam politik di negeri Belanda lebih bebas jika dibandingkan dengan di Indonesia. Mereka yang sedang melanjutkan ke pendidikan tinggi di negeri Belanda juga menjadi motor penggerak dari pergerakan nasional Indonesia.
b. Diskriminasi
Diskriminasi dilaksanakan atau dikembangkan di alam penjajahan. Diskriminasi dilakukan untuk membedakan antara penguasa dengan yang dikuasainya. Akibat dari diskriminasi adalah terjadi perbedaan hidup yang mencolok antara penjajah dengan yang dijajah. Perbedaan-perbedaan itu sangat jelas tampak dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya.
Dalam bidang pendidikan terlihat dengan sangat jelas terjadinya diskriminasi, karena pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah Belanda pada saat itu dilatarbelakangi oleh sistem pelapisan sosial. Untuk pendidikan sekolah dasar dibedakan, yaitu untuk-untuk orang Belanda atau putra-putri pejabat dengan sekolahnya bernama ELS (Europeesche Logere School), untuk keturunan Cina didirikan sekolah HCS (Hollands Chinese School), dan untuk golongan menengah bangsa Indonesia didirikan sekolah HIS (Hollands Indische School). Ketiga sekolah itu menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar di dalam proses belajar mengajar, serta menjadi bahasa resmi pada sekolah-sekolah tersebut. Pada sekolah rakyat biasa (kaum pribumi) yang sering disebut dengan istilah inlander, didirikan sekolah dengan bahasa Melayu dan bahasa daerah sebagai bahasa perantara. Sedangkan untuk pendidikan keguruan, pemerintah kolonial Belanda mendirikan lembaga-lembaga kursus untuk guru dengan lama pendidikan dua tahun, tetapi ada juga yang empat tahun yang disebut dengan Normaal School dan yang enam tahun yang disebut dengan Kweek School. Namun secara politik, diskriminasi pendidikan itu mengarah kepada politik Devide et Impera (politik memecah belah).
Dalam kehidupan ekonomi, tampak dengan jelas adanya perbedaan-perbedaan, seperti seorang pegawai bangsa Belanda mendapat gaji dua kali lipat daripada pegawai yang berasal dari bangsa Indonesia, walaupun ke-dudukan maupun jabatannya sama. Salah satu alasannya adalah karena bangsa Belanda memiliki kebutuhan hidup lebih banyak sedangkan orang Indonesia dengan gajinya sedikit sudah dapat mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya. Juga dalam bidang perdagangan, bangsa Belanda mendapatkan fasilitas yang cukup, sehingga dengan mudah memperoleh keuntungan dalam bidang perdagangan. Untuk bangsa Cina sebagai golongan menengah juga mendapat kesempatan hidup yang lebih baik daripada bangsa Indonesia sedangkan bangsa Indonesia hanya memiliki lebih banyak kewajiban daripada haknya.
Mengenai tempat tinggal, terjadi pemisahan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya. Orang-orang Belanda bertempat tinggal di kota yang disebut dengan Europeesche Buurt (lingkungan Eropa), orang India di Kampung Keling, orang Arab di Kampung Pekojan, orang Cina di Kampung Pednan dan bangsa Indonesia tinggal di perkampungan pinggiran kota atau jauh di luar kota.
Akibat dari pendidikan, sosial dan ekonomi yang berbeda, maka budaya yang dilahirkan juga berbeda-berbeda. Hal ini terlihat dari ukuran rumah yang berbeda di antara ketiga lapisan itu. Di samping itu, masalah kebudaya-an juga terjadi perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin.
3. Nasionalisme Indonesia dan Perkembangan Nasionalisme di Asia Tenggara
Terbentuknya nasionalisme kebangsaan di Indonesia dipengaruhi oleh perkembangan paham-paham baru dari luar wilayah Indonesia seperti paharn nasionalisme. Paham nasionalisme ini muncul di beberapa negara di wilayah Asia maupun Afrika seperti di India, Cina, Jepang, negara-negara di Timur Tengah Mesir dan lain sebagainya.
Pergerakan nasional di India dimulai dengan kelahiran Partai Kongres (All Indian National Congres). Secara historis, bangsa Indonesia banyak menerima pengaruh dari India, sehingga kebangkitan nasionalisme India juga berpengaruh terhadap munculnya pergerakan nasional di Indonesia. Gerakan-gerakan nasionalisme yang sangat besar pengaruhnya terhadap pergerakan nasional di Indonesia seperti gerakan Swadesi oleh Mahatma Gandhi, Pendidikan Santiniketan oleh Rabindranath Tagore.
Kebangkitan nasionalisme Cina yang dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen menentang kekuasaan Dinasti Manchu sangat besar pengaruhnya terhadap pergerakan rakyat Indonesia. Setelah terbentuk Republik Nasionalis Cina tahun 1911, bangsa Cina yang berada di Indonesia mulai bergerak melawan penjajah. Di samping itu, gambar Sun Yat Sen menghiasi rumah-rumah bangsa Cina yang berada di Indonesia.
Jepang sebagai bangsa timur (bangsa Asia) telah berhasil membangkitkan semangat bangsa Asia. Kemenangan Jepang atas Rusia (1905) telah memberi-kan sinar terang yang tergambar sebagai matahari baru terbit dan juga telah dapat mempercepat lahirnya organisasi-organisasi pergerakan di Indonesia, seperti Budi Utomo (1908).
Di daerah Timur Tengah, negara yang besar pengaruhnya dalam modernisasi adalah Mesir, yang memiliki perguruan tinggi seperti Al-Azhar. Pandangan modern dari Mesir yang dikemukakan oleh Muhammad Abduh berpengaruh pada berdirinya organisasi-organisasi yang bersifat keagamaan di Indonesia, seperti munculnya Muhammadiyah. Kegiatan Muhammadiyah adalah dalam bidang pendidikan yang berlandaskan agama Islam. Namun secara politis, pergerakan nasional Indonesia banyak mendapat pengaruh dari gerakan Turki Muda yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Pasha. la ingin mengembangkan negerinya menjadi negara modern.
Dengan munculnya pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar/ mempercepat proses terbentuknya nasionalisme kebangsaan Indonesia. Nasionalisme kebangsaan ini merupakan senjata yang sangat ampuh di dalam menghadapi kekuasaan kolonialisme Belanda. Melalui nasionalisme kebang¬saan ini, bangsa Indonesia dapat dipersatukan untuk menghadapi kekuatan asing dan berjuang mencapai kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar